Eramuslim.com – Ketika gempa dahsyat mengguncang Turkiye dan Suriah pada tanggal 6 Februari, warga yang terdampak terpaksa meninggalkan rumah mereka, tanpa tahu apakah mereka bisa kembali.
Bangunan dan tempat tinggal mereka menjadi puing-puing reruntuhan.
“Kami tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup kami,” kata para korban dari tenda-tenda yang didirikan di lapangan terbuka atau bahkan di jalanan.
Saat gempa melanda wilayah tersebut, kata Abdul Rahman Abdi, warga kota Nurdagi di Gaziantep, “Yang kami pikirkan adalah bagaimana caranya mengeluarkan orang-orang dari gedung. Ketika saya lari keluar rumah, saya melihat banyak bangunan runtuh dan kekacauan di mana-mana.”
“Orang tua, istri, empat anak, dan mertua saya tinggal bersama saya. Agar memiliki cukup ruang untuk keluarga kami, kami membangun tenda lagi, dan kami tidak tahu berapa hari kami harus [tinggal] di tenda,” ucap Abdi.
Penduduk lain, Arel Aydin, mengibaratkan Islahiye di Gaziantep sebagai “kota tak berpenghuni” setelah orang-orang bermigrasi ke provinsi lain.
“Saat gempa terjadi, saya tidak berada di Islahiye. Saya berada di provinsi lain. Ketika saya kembali setelah lima hari, gedung-gedung runtuh dan 90 persen populasi telah hilang, [hanya menyisakan] beberapa tenda yang tersebar di sekitar kota, dengan api unggun untuk menghangatkan, dan alat-alat berat yang bekerja terus-menerus untuk mengangkat puing reruntuhan. Itu sangat menakutkan,” kata Aydin.
Rumah Aydin benar-benar hancur, tak terselamatkan.
“Dari semua harta benda saya, saya masih memiliki kemeja, pulpen, dan beberapa mainan putra saya yang saya ambil dari puing-puing,” kata Aydin, yang menyebutkan bahwa dia pindah ke Gaziantep untuk sementara waktu dengan barang-barang tersebut sebagai kenangan.
Di sisi lain, banyak warga yang bangunannya masih berdiri kokoh, namun enggan kembali ke rumah mereka akibat mimpi buruk yang dialami, dan kehilangan orang yang mereka cintai.
“Saat ini, kami tinggal di tenda dan tidak ingin pindah ke gedung, meski aman. Saya kehilangan ibu saya karena gempa, dan itu terus [terngiang] di pikiran saya,” kata Atiq Abdel Aziz, warga Hatay.
“Saya tidak tahu harus berpikir apa, apa yang harus dilakukan. Saya benar-benar tidak tahu untuk saat ini. Saya tidak yakin apa yang akan kami lakukan di masa depan, dan bagaimana kami menjalaninya,” tambah Abdel Aziz.
Banyak korban gempa tidak mengetahui apakah kerabat mereka selamat, karena mereka saat ini tinggal di provinsi lain, dan ponsel mereka rusak di antara puing-puing.
“Saya berharap kerabat saya, yang tinggal di provinsi lain, selamat. Saya masih belum menghubungi mereka,” kata Abdel Aziz.
[sumber: Sahabat Al-Aqsha]