Eramuslim – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengkritik kebijakan pemerintah mengalokasikan pajak rokok untuk menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan cara itu, ia mengatakan, pemerintah seolah menyuruh rakyat merokok.
“Ironi. Mengobati orang sakit tetapi dengan cara mengeksploitasi warganya untuk tambah sakit,” kata dia dihubungi di Jakarta, Kamis (20/9).
Tulus mengatakan menggali dana pajak rokok dan cukai hasil tembakau untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan ibarat pemerintah mendorong rakyat agar sakit karena rokok. Dirinya mengakui bahwa alokasi pajak rokok atau cukai hasil tembakau untuk BPJS Kesehatan sebenarnya bisa dimengerti.
Sebagai barang kena cukai, kata dia, sebagian dananya memang layak dikembalikan untuk menangani dampak negatif rokok. “Namun, hal itu tidak bisa dilakukan serampangan karena bisa menimbulkan sejumlah ironi yang justru kontraproduktif bagi masyarakat dan BPJS Kesehatan,” katanya.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR tentang defisit BPJS Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah telah melakukan beberapa upaya melalui berbagai kebijakan. Salah satunya memanfaatkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH-CHT) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222 Tahun 2017 dan pajak rokok melalui peraturan presiden yang baru saja ditandatangani presiden.
“Kalau DBH-CHT, tidak semua daerah menghasilkan tembakau. Berbeda dengan pajak rokok yang setiap daerah pasti ada perokoknya,” katanya. (rol)