Perundungan, Pemecatan, hingga Ancaman: Pendukung Palestina Hadapi Tekanan yang Kian Besar

Eramuslim.com – Sejak dimulainya agresi penjajah zionis ‘Israel’ di Gaza Oktober lalu, para pendukung pro-Palestina di seluruh dunia menghadapi gelombang konsekuensi yang semakin besar; mulai dari pelecehan, ancaman, hingga pemecatan dari pekerjaan mereka, lapor Anadolu (19/12/2023).

Di antara kasus pemecatan yang menonjol adalah yang menimpa jurnalis Zahraa Al-Akhrass.

Ia dipecat dari stasiun televisi berita Kanada, Global News, karena posting-an di media sosialnya yang mendukung Palestina.

Di Jerman, Kasem Raad, seorang pekerja magang berusia 20 tahun, dipecat oleh Welt TV karena mempertanyakan kebijakan internal perusahaan yang berpihak pada penjajah ‘Israel’.

Di Inggris, para politisi ikut mendapat kecaman. Seperti anggota parlemen Konservatif, Paul Bristow, yang dipecat dari jabatannya di pemerintahan setelah meminta Perdana Menteri Rishi Sunak untuk mendukung gencatan senjata permanen di Gaza.

Di Amerika Serikat, yang merupakan pendukung paling gigih atas agresi mematikan yang dilakukan zionis ‘Israel’, tekanannya tak kalah kuat.

Mengekspresikan pendapat pro-Palestina dapat mengakibatkan kerugian, khususnya bagi warga Muslim dan Arab Amerika, dalam hal pekerjaan mereka. Ditambah banyak universitas di seantero Amerika juga menindak aktivisme mahasiswa pro-Palestina.

Berbicara kepada Anadolu, Farah Afify, koordinator penelitian dan advokasi di Council on American-Islamic Relations (CAIR), mengatakan telah terjadi peningkatan yang mengejutkan dalam diskriminasi anti-Muslim dan anti-Palestina.

Laporan CAIR baru-baru ini menemukan lebih dari 2.100 kasus diskriminasi antara 7 Oktober hingga 2 Desember.

“Kami telah mendapat 2.171 pengaduan masuk ke kantor kami. Hal ini mencakup segala hal, mulai dari karyawan yang menyatakan bahwa mereka telah merasakan dampaknya karena posting-an mereka yang pro-Palestina di media sosial, atau karena menyatakan dukungan terhadap hak asasi manusia Palestina,” sebutnya.

Kasus-kasus tersebut juga mencakup para siswa yang menghadapi perundungan dan pelecehan di sekolah atau kampusnya, serta serangan lainnya terhadap Muslim, Arab, dan Palestina di AS.

Angka ini mewakili lompatan besar sebanyak 172% dari tahun sebelumnya, dengan peningkatan pengaduan terbesar terjadi di wilayah, seperti Los Angeles, New York, New Jersey, Ohio, Florida dan Maryland.

Di antara kasus-kasus tersebut, lebih dari 20% merupakan kasus pemecatan atau diskriminasi di tempat kerja, menurut Afify.

Di Luar Kendali 

“Orang-orang, baik pelajar maupun karyawan di sektor tertentu, menjadi sasaran karena dukungan mereka terhadap hak asasi manusia Palestina,” lanjut Afify.

Serangan tersebut ditujukan langsung terhadap karyawan yang terlihat mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim, Arab, atau Palestina, tambahnya.

Mengutip insiden tertentu, Afify menceritakan sebuah kasus di mana ancaman pembunuhan diselipkan di depan pintu seorang anggota staf di American University di Washington.

Dalam kasus lain, seorang karyawan diminta untuk tidak membicarakan masalah Palestina di media sosialnya.

Belakangan, supervisornya mengunggah pidato yang sangat anti-Palestina, dengan mengatakan bahwa mereka yang mendukung Palestina layak mendapat hukuman dan menyebut orang-orang Palestina sebagai “hewan yang sakit.” Meski sampai saat ini, belum ada dampak apa pun terhadap pejabat tersebut, menurut laporan CAIR.

“Jadi, apa yang kami lihat adalah standar ganda di mana orang-orang yang mendukung hak asasi manusia Palestina mungkin akan ditekan, mengalami konsekuensi karena keputusan mereka untuk mem-posting tentang hak asasi manusia Palestina secara daring,” terang Afify.

Dia mengatakan jumlah pengaduan, termasuk laporan insiden diskriminasi, meningkat di luar kendali.

“Kami tidak akan melihat akhir dari situasi seperti ini sampai kami melihat berakhirnya kekerasan di Gaza,” tukasnya. (Anadolu Agency) (Sahabat Al-Aqsha)

Beri Komentar