eramuslim.com – Anggota parlemen di Uganda telah memperkenalkan kembali RUU anti-LGBTQ yang kontroversial, salah satunya menggambarkan homoseksualitas sebagai “kanker”.
Hal ini memicu kecaman keras dari para aktivis hak asasi manusia.
Asuman Basalirwa, seorang anggota parlemen oposisi, membuat pernyataan tersebut saat dia mengajukan rancangan undang-undang yang berusaha untuk menghukum seks gay dan promosi atau pengakuan hubungan semacam itu.
“Di negara ini, atau di dunia ini, kita berbicara tentang hak asasi manusia. Tetapi benar juga bahwa ada kesalahan manusia. Saya ingin menyampaikan … bahwa homoseksualitas adalah kesalahan manusia yang melanggar hukum Uganda,” ujarnya, dilansir dari Guardian.
“Hal itu juga mengancam kesucian keluarga, keselamatan anak-anak kita dan kelangsungan kemanusiaan melalui reproduksi,” kata Basalirwa, disambut tepuk tangan dari anggota parlemen.
Pada sebuah kebaktian yang diadakan di parlemen dan dihadiri beberapa pemuka agama, Anita Among, juru bicara parlemen, mengaku ingin menghargai homoseksualitas, yang dipromosikan Barat.
“Tapi kami tidak menghargai fakta bahwa mereka membunuh moral. Kami tidak membutuhkan uang mereka, kami membutuhkan budaya kami,” ujarnya.
Pada tahun 2014, pengadilan konstitusional Uganda menyatakan RUU anti-gay yang dikutuk secara luas batal karena kurangnya kuorum.
“Kami tidak akan membiarkan aspek mengatakan tidak ada kuorum Kami akan memberikan suara dengan mengacungkan tangan,” kata Among, yang pada bulan Januari mengarahkan komite pendidikan parlemen untuk menyelidiki sekolah-sekolah yang dicurigai mendorong dan mempromosikan hak-hak LGBTQ.
“Anda mendukung homoseksualitas atau menentangnya. Kami ingin melihat pemimpin seperti apa yang kami miliki di negara ini,” ujarnya.
Di Uganda, sebuah negara Kristen yang sebagian besar konservatif, seks homoseksual sudah dapat dihukum penjara seumur hidup. RUU asli menyerukan hukuman mati untuk seks gay.
Para pegiat hak asasi mengutuk langkah baru untuk memberlakukan undang-undang yang keras itu, menggambarkannya sebagai “undang-undang kebencian”.
“Beberapa orang mengira mereka dapat menginginkan atau mengatur bagian dari masyarakat kita untuk orang yang mereka cintai. Ini adalah undang-undang berbasis kebencian yang tidak melayani tujuan publik,” kata Nicholas Opiyo, seorang pengacara hak asasi manusia.
“Tapi satu hal yang pasti: ada individu LGBTQ Uganda yang akan tinggal di sini. amereka adalah bagian tak terbantahkan dari masyarakat kita. Mereka adalah anak, saudara laki-laki atau perempuan seseorang, ” katanya.
[Sumber: Kompas]