Setelah itu, netizen media sosial mulai menghujani hashtag ‘Salman al-Audah bukan teroris’ dan mendesaknya untuk dibebaskan.
“Hukuman mati terhadap Salman adalah pertanda buruk untuk apa yang akan terjadi. Salman tidak memberikan pendapat politik. Dia tidak mengkritik Putra Mahkota Mohammad bin Salman atau pemerintah Arab Saudi secara umum, tetapi pandangannya dikatakan mengancam negara.
“Dengan menerapkan hukuman itu, Arab Saudi berharap dapat menutup publik,” ujar Direktur Hak Asasi Al-Qist, Yehia Assiri.
Syeikh Salman ditangkap pad 10 September 2017 bersama dengan 20 orang lainnya, dalam operasi khusus pasca Mohammad bin Salman menjadi Putra Mahkota pada bulan Juni ditahun yang sama.
Gelombang penangkapan itu turut menargetkan ulama, anak raja, feminis, aktivis hak asasi dan pengusaha, yang dilihat sebagai satu kampanye untuk membasmi Arab Saudi dari perbedaan pendapat.
Syeikh Salman, yang memiliki 14 juta pengikut Twitter, ditangkap setelah membuat pengingat untuk perdamaian antara Arab Saudi dan Qatar.
Sebelumnya, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, memutuskan semua hubungan dengan Qatar setelah menuduh negara itu mendukung “teroris” yang selalu dibantah Doha. (Hi)