Eramuslim.com – Kebrutalan yang dilakukan Israel di Palestina tidak hanya berdampak bagi Muslim. Umat Kristiani pun yang sudah berada di Jalur Gaza sejak 2.000 tahun silam kini hampir mengalami kepunahan.
Blokade yang dilakukan oleh rezim Yahudi, yang bekerja sama dengan Mesir, membuat warga di Gaza kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Akibatnya, kondisi ekonomi semakin memburuk sehingga memaksa sebagian besar umar Kristiani pergi meniggalkan Gaza demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mereka memanfaatkan musim liburan sebagai dalih untuk keluar dari Gaza.
“Orang-orang mungkin berpikir kami pergi karena Hamas, padahal sebenarnya adalah karena kebijakan (Israel) terhadap Gaza,” ujar Jaber Jilder, seorang pendeta di salah satu gereja ortodoks tertua di Gaza yang sudah berusia sekitar 1.600 tahun, St. Porphyrius, dikutip dari USA Today.
Hamas memang merupakan kelompok bersenjata Islam yang memimpin di Jalur Gaza, yang dilabeli sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan pihak-pihak lainnya. Namun, bagi warga di Jalur Gaza, Muslim dan Kristen, Hamas jauh lebih baik dari Israel.
Segala macam sanksi yang dijatuhkan Israel terhadap Gaza membuat warga yang tinggal di “penjara terbuka terbesar di dunia” itu tidak memiliki kebebasan, dan kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar, seperti makanan. World Bank bahkan menyebut ekonomi di Gaza berada di “ambang kehancuran”. Laporan PBB awal tahun ini juga menyebutkan bahwa jika kondisi Gaza tidak mengalami perubahan dan Israel terus melakukan pemboman, daerah tersebut akan punah pada 2020.
Populasi umat Kristiani di Gaza saat ini hanya berjumlah 1.200 orang, padahal beberapa tahun lalu mencapai 3.000 jiwa. Jemaah gereja mengatakan, agama Kristen akan benar-benar punah dari Gaza dalam dua dekade mendatang.
Umat Kristiani memanfaatkan hari raya, seperti Natal dan Paskah, untuk meninggalkan Gaza. Meski mendapatkan izin keluar Gaza dari pemerintah Israel amatlah sulit, pada hari raya tersebut biasanya ada puluhan umat Kristiani yang diizinkan berziarah ke Bethlehem dan Yerusalem, tapi mereka pasti tak pernah kembali.
“Mayoritas warga (di Jalur Gaza) tidak memiliki harapan hidup. Tidak ada pekerjaan, khususnya setelah lulus kuliah,” kata Jilder. “Saya dengar, Natal tahun ini ada 50 orang yang berencana meninggalkan Gaza … tapi mereka tidak akan pernah kembali.
“Jika ada kesempatan, saya pun akan segera pergi (dari Gaza), dan saya ingin mengirim anak-anak saya ke luar negeri jika mereka memiliki kesempatan,” tambahnya.(ts)