Yitzhak Shamir, salah seorang mantan pemimpin Israel yang menolak keras gagasan perdamaian dengan Palestina, Sabtu kemarin (30/6) meninggal dunia setelah lama menderita sakit, mengakhiri kehidupannya yang dihabiskan sebagai seorang tentara, mata-mata dan negarawan yang berjuang untuk mewujudkan “Israel Raya” dalam seluruh wilayah Palestina yang bersejarah.
Shamir, 96 tahun, yang menjabat sebagai perdana menteri 1983-1984 dan dari 1986 sampai 1992, juga sosok tokoh yang menolak membawa Israel ke dalam embicaraan damai pertama kali nya dengan Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina pada konferensi perdamaian internasional di Madrid Oktober 1991.
Sebagai seorang militan dalam gerakan ekstrim sayap kanan Lehi sebelum kelahiran Israel pada tahun 1948, Shamir selalu percaya negara Yahudi harus terbentang dari Laut Mediterania hingga ke Sungai Yordan.
Dan tidak seperti legendaris sayap kanan lainnya seperti Menachem Begin dan Ariel Sharon, yang menarik diri dari Sinai dan Jalur Gaza, Shamir tidak pernah melihat penarikan teritorial sebagai cara untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah.
Saat intifada pertama meletus pada tahun 1987 ia sering bertanya bagaimana seseorang yang pernah berjuang dan dibunuh untuk mewujudkan sebuah negara Yahudi bisa dicap oleh pejuang Palestina sebagai “teroris.”
“Tujuan kami adalah mendirikan negara Yahudi di mana ada sebuah negara, bukan untuk menghancurkan sebuah negara yang sudah ada. Sedangkan tujuan utama dari Palestina adalah untuk menghancurkan negara Israel,” ujarnya.
“Kekuatan pendorong bagi orang-orang Arab adalah kebencian terhadap Israel. Kebencian terhadap orang Yahudi. Lihat, kita mempertahankan diri sekarang. Tapi kita tidak membenci orang Arab.”
Lahir di Polandia pada tanggal 15 Oktober 1915, Shamir beremigrasi ke Palestina yang dibawah kekuasaan pada tahun 1935 setelah keluarganya tewas dalam Holocaust Nazi.
Setelah perselisihan dengan para pemimpin gerakan Yahudi, Shamir bergabung dengan Lehi yang lebih radikal, yang melakukan puluhan serangan mematikan terhadap pasukan Inggris dan masyarakat Arab di tahun 1940-an, sehingga mendapat julukan Stern Gang.
Dia adalah seorang komandan penting dalam kelompok itu antara tahun 1943 dan 1946 dan berada di belakang serangan beberapa tokoh penting, termasuk pembunuhan seorang menteri Inggris di Kairo pada tahun 1944.(fq/aby)