Layla Nassar Hussein "Ummu Ibrahim" wajahnya kelihatan lebih tua dibandingkan umurnya yang baru 40 tahunan.
Rumahnya di Jabaliya hancur selama agresi militer Zionis Israel ke Gaza. Dua saudara, suami dan lima anaknya juga wafat ketika roket Israel menghantam rumahnya. Ummu Ibrahim kemudian mengumpulkan anak-anak yang terluka – bersama anaknya Nahidh dia menyusuri bangunan-bangunan yang hancur dan mencari perlindungan di sebuah rumah di seberang jalan dekat rumahnya.
Suaminya Muhammad dan anaknya Rakan yang masih berusia empat tahun terkubur di bawah puing-puing bangunan rumahnya yang hancur. Dia tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati.
Sampai akhirnya anaknya Nahidh menyusuri jalanan untuk mencari bantuan dan meninggalkan Ummu Ibrahim sendirian dengan seorang anak perempuannya yang telah wafat dan seorang anak sepupunya yang terluka parah.
Ummu Ibrahim seperti mendengar teriakan perempuan minta tolong dari reruntuhan rumahnya, dan dia berusaha memeriksa dan berharap ada tanda-tanda kehidupan dari anggota keluarganya yang lain yang masih hidup.
Ummu Ibrahim menceritakan semua kejadian yang menimpa dia dan keluarganya kepada reporter Ma’an. Pikiran dan tubuhnya penuh dengan rasa luka yang dalam; dan sekarang dia tercatat sebagai salah satu korban kekejaman dari agresi militer Israel ke Gaza.
"Tak ada yang perlu diingat, kecuali apa yang telah terjadi kepada saya. Semuanya ada dalam kenangan dan saya tidak akan pernah lupa kejadian itu sepanjang hidup . Saya hanya seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anak dan Israel membunuh mereka, bagaimana bisa saya lupakan itu semua?
..Anak laki-laki saya – Rakan, tubuhnya hancur. Tidak ada tangan, kaki bahkan mukanya juga hancur. Saya tidak bisa membawa dia ke rumah sakit; rumah saya telah roboh mengubur dia dan suami saya.
Anak perempun saya – Fidaa, wajahnya secantik bulan. Ya Allah! Betapa cantiknya dirimu Fidaa! Pakaian yang membalut tubuhnya sobek seperti tubuhnya. Dia meninggal di pangkuan saya.
Anak tertua saya – Ibrahim, saya selimuti tubuhnya dan kemudian membawanya ke rumah anak sepupu saya – Eiman; wajah dan kaki anak sepupu saya penuh luka dan berdarah dan dia meminta saya untuk memanggil ambulan.
Hari pertama, saya tidak menyadari bahwa suami saya telah tewas. Saya berteriak-teriak memanggil dia untuk menceritakan kalau anak-anaknya telah dibunuh tentara Israel. Saya seperti mendengar suaranya meminta dipanggilkan ambulan, tapi kemudian suara itu hilang."
Eiman bisa bertahan hidup selama sekitar 18 jam. Ummu Ibrahim mencoba mengingat kata-kata terakhirnya :
– Semoga Allah menolongmu dan tidak mentolerir kekejaman ini
– Saya juga berdoa agar Allah meringankan penderitaanmu atas siksaan ini.
– Bibi, saya haus dan lapar. Tangan saya terluka. (fq/mna)