Agenda AS di Palestina makin jelas terbaca. AS tidak menginginkan persatuan dan kesatuan tercipta di Palestina. Ini terlihat dari pernyataan pemerintah Bush dan Kongres AS yang mengatakan akan mempertimbangkan kembali janji bantuan pada otoritas Palestina.
Alasan yang dilontarkan, karena Presiden Mahmud Abbas bersedia membentuk pemerintahan koalisi dengan Hamas.
Seperti diketahui, saat memanasnya pertikaian antara pendukung Hamas dan Fatah beberapa waktu lalu, pemerintah AS menyatakan akan memberikan bantuan sebesar 86 juta dollar untuk memperkuat pasukan kepresidenan Abbas dan memperluas wewenang Abbas untuk mengontrol perbatasan-perbatasan Palestina.
Tapi setelah tercapai kesepakatan Makkah yang digagas Raja Arab Saudi, Hamas dan Fatah menyatakan berdamai, menghentikan segala bentuk pertikaian bahkan setuju untuk membuat pemerintahan koalisi nasional.
AS yang sejak lama ingin menumbangkan pemerintahan Hamas, tentu saja tidak senang dengan perkembangan yang terjadi antara Hamas dan Fatah. Janji tinggal janji, pemerintah AS akhirnya menyatakan akan mengkaji ulang rencana bantuannya untuk Palestina melalui Presiden Mahmud Abbas.
"Kami akan meneliti dulu-dan kami sedang melakukannya sekarang-total bantuan sebesar 86 juta dollar, " kata juru bicara departemen luar negeri AS, Sean McCormack.
"Pada dasarnya… Kami ingin melanjutkan program bantuan itu. Sekarang, dilanjutkan atau tidak, termasuk bantuan 86 juta dollar, tergantung pada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kami… Dan Kongres, " sambung McCormack.
Sub-komite di Kongres AS yang menangani anggaran untuk departemen luar negeri telah mengirimkan surat pada Menlu Condoleeza Rice. "Kami meminta anda untuk tidak melanjutkan lagi paket bantuan ini sampai pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini dijawab dengan jelas, " demikian isi surat tersebut.
Kongres merasa ragu dengan kredibilitas Mahmud Abbas, karena sudah bersedia bekerjasama dengan Hamas. "Fakta bahwa Fatah sekarang akan bergabung dengan pemerintahan teroris Hamas, menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen dan kesetiaan pasukan keamanan Palestina yang akan dibantu, " tulis Kongres.
Kongres juga mempertanyakan apakah pasukan keamanan Palestina akan berada di bawah kontrol Abbas dan apakah Abbas akan komitmen pada perdamaian dan anti-kekerasan seperti keyakinan AS selama ini.
Sejak Hamas memenangkan pemilu di Palestina pada Januari 2006 lalu, negara-negara mediator yang tergabung dalam Tim Kwartet yaitu AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa, memutus bantuan finansial terhadap pemerintah Palestina. Namun AS dan Eropa akhirnya menyetujui mekanisme khusus penyaluran dana bagi keperluan bantuan kemanusiaan rakyat Palestina.
Pemutusan bantuan, termasuk pembekuan dana milik pemerintah Palestina oleh Israel telah menyebabkan krisis di Palestina, hingga muncul pertikaian antara pendukung Hamas dan Fatah.
Tapi kenyataan menunjukkan, tindakan AS dan sekutunya menekan pemerintahan Hamas dan rencana mereka menimbulkan krisis di Palestina agar pemerintahan Hamas tumbang, tidak berhasil. Karena Hamas dan Fatah berdamai dan malah membentuk pemerintahan koalisi bersatu. (ln/iol)