Bendera Hamas yang didominasi warna hijau berkibar-kibar dari atap gedung-gedung, seolah menantang langit yang pada hari ini, Rabu (18/1) berwarna kelabu. Cuaca mendung seakan ingin menyampaikan ras ikut berduka bersama para pelayat lainnya yang mengantar jasad Tsabit Ayyadeh, salah seorang anggota faksi pejuang Hamas yang tewas ditembak tentara Israel di Tulkarim, Selasa (17/1) kemarin.
Pemakaman Ayyadeh yang masih berusia 24 tahun itu, dihadiri oleh para simpatisan Hamas dan kandidat anggota parlemen dari Hamas, Muhammad Abu Tir. Pada kakak laki-laki Ayyadeh, Ziad yang masih bercucuran air mata, Abu Tir menyampaikan rasa dukanya yang mendalam. "Peristiwa ini ada sisi positifnya, karena sekarang rakyat akan memilih Hamas," katanya di tengah rintik hujan yang mulai turun saat pemakaman berlangsung.
Pada Abu Tir, Ziad mengatakan bahwa kematian saudaranya sebagai ‘martir’ itu bukan yang pertama kali dalam keluarganya. Ziad mengingatkan, pada bulan November 2001, saudaranya yang lain bernama Muayyad dan masih berusia 16 tahun melakukan bom syahid yang ikut menewaskan dua komandan pasukan Israel. Bom syahid itu dilakukan Muayyad, usai menjenguk Abu Tir yang saat itu masih berada dalam penjara. "Anda adalah gurunya. Anda bertanggung jawab atas pembentukan karakternya," ujar Ziad pada Abu Tir dengan hormat.
Abu Tir menjawab bahwa ia sudah menganggap kedua pemuda itu sebagai ‘anak’ nya sendiri. "Mereka melakukan kewajibannya. Darah para martir adalah darah yang sangat berharga buat kita," kata Abu Tir. Ia lantas megatakan bahwa kedatangannya ke rumah duka bukan karena saat ini ia menjadi kandidat pemilu dari Hamas, karena tidak ada pemilu pun Abu Tir mengaku selalu datang ke rumah anggota Hamas yang menjadi korban keganasan tentara Israel.
Meski demikian, kedatangan Abu Tir ke pemakaman Ayyadeh di Tepi Barat seolah mengingatkan semua warga Palestina yang sudah merasa muak dengan pemerintahan Fatah, untuk memilih Hamas dalam pemilu parlemen Palestina 25 Januari mendatang.
Selain Abu Tir, dua kandidat pemilu dari Fatah dan Partai Independen Palestina pimpinan Mustafa Barghouti juga hadir dalam pemakanan Ayyadeh di desa Hizma, sebuah desa miskin yang dikelilingi oleh tembok pemisah dan pemukiman Yahudi di sebelah timur laut Yerusalem. Kehadiran rival Hamas dalam pemilu nanti ini, seakan memperjelas kekhawatiran bahwa terbunuhnya salah seorang pemimpin militer Hamas akan memperkuat dukungan rakyat Palestina terhadap Hamas.
Aktivis Fatah di Tepi Barat, Hatim Abbas atas nama pribadi mengungkapkan, "Peristiwa ini secara tidak langsung akan berdampak dalam pemilu nanti. Rakyat Palestina akan menunjukkan rasa solidaritasnya terhadap para pejuang yang gugur dan organisasi tempat para pejuang itu berasal."
Sementara Hasan Ispeh, kandidat dari partai Independen Palestina yang menentang perlawanan bersenjata seperti yang dilakukan Hamas mengungkapkan,"Ini akan berdampak negatif bagi partai kami. Laki-laki ini berasal dari Hizma dan jumlah suara untuk Hamas akan meningkat di Hizma di Tulkarim."
Sejauh ini, dukungan terhadap Hamas dari rakyat Palestina memang cukup siginifikan terbukti dari kemenangan Hamas di sejumlah daerah pemilihan di Gaza dan Tepi Barat dalam pemilu lokal kemarin. Tapi bagaimana kondisi sebenarnya di tingkat masyarakat?
Desa Hizma misalnya, desa tempat Ayyadeh berasal, tingkat penganggurannya mencapai 50 persen. Seorang warga desa bernama Hamdan Nimr, 52, tukang bangunan yang kini menganggur menyatakan bahwa ia tidak akan ikut memberikan suaranya dalam pemilu nanti. "Sepanjang Israel masih ada di sini, tidak ada gunanya ikut pemilu. Apa yang bisa dilakukan otoritas Palestina bahkan presidennya harus minta izin dari Israel. Kami berada dalam penjara di sini," kata Nimr dengan nada putus asa.
Namun Nimr, yang hari ini juga ikut menyaksikan pemakaman Ayyadeh mengungkapkan, "Kebanyakan warga di sini akan memilih Hamas. Karena proses perdamaian sudah gagal. Jika anda tidak punya harapan, anda pilih Hamas." (ln/theindependent)