Pemimpin faksi Gerakan Islam Palestina, Syaikh Raid Shalah, telah dibebaskan dari penjara Israel, setelah menghabiskan lima bulan di balik jeruji besi.
Ratusan orang berkumpul di kota Umm al-Fahm di distrik Haifa untuk menyambut kebebasan Syaikh Shalah pada hari Ahad kemarin (12/12).
Syaikh Shalah tinggal di wilayah Israel pusat dan memimpin cabang utara Gerakan Islam Palestina yang memiliki ribuan pengikut. Dirinya terkenal karena sikap anti-Israelnya.
Syaikh Shalah dipenjara oleh tentara Israel pada bulan Juli 2010 atas tuduhan dugaan meludah kearag polisi Israel selama demontrasi di dekat Masjid Al-Aqsha di Timur al-Quds (Yerusalem).
Namun Syaikh Shalah membantah tuduhan tersebut.
Berbicara sebentar kepada para pendukungnya, Syaikh Shalah mengatakan pada hari Ahad kemarin bahwa ia adalah korban "penganiayaan politik" atas pembelaannya terhadap Masjid Al-Aqsha – situs Islam tersuci ketiga.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel telah terus-menerus berusaha untuk merobohkan Masjid Al-Aqsha melalui penggalian dan penggalian terowongan di bawah komplek masjid Al-Aqsha.
Hal ini telah mengakibatkan kecaman seluruh dunia dan lokal, dengan al-Quds berubah menjadi tempat beberapa tindakan kekerasan selama setahun terakhir.
Sementara itu al-Quds sendiri telah dijanjikan sebagai ibukota masa depan negara Palestina, namun Israel mengklaim sebagai ibukota negara mereka sendiri pada masa depan.
Sisi timur kota itu diduduki dan dicaplok oleh Tel Aviv secara terang-terangan melanggar hukum internasional selama Perang Enam Hari pada bulan Juni 1967.
Sejak saat itu, Israel telah melakukan pendudukan ilegal pada bagian kota dan telah berusaha keras untuk melakukan Yahudisasi Yerusalem.
Di antara upaya tersebut keputusan baru yahudisasi mereka adalah untuk membuka kembali sinagog Hurva yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Masjid Al-Aqsha dan proyek ilegal untuk memperluas pemukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki.(fq/prtv)