Organisasi Sendamessage yang berbasis di Belanda akan menggelar aksi menentang tembok pemisah atau yang dikenal sebagai "tembok apartheid" yang dibangun Israel di Tepi Barat. Aksi tersebut dilakukan dengan cara menuliskan surat terbuka di sepanjang "tembok apartheid" tersebut.
Direktur Sendamessage, Justus van Oel dalam situs resmi organisasi tersebut mengatakan, aksi surat terbuka menentang tembok pemisah Israel di Tepi Barat akan berlangsung selama delapan hari. Siapa saja di seluruh dunia yang ingin menyampaikan pernyataan menentang tembok itu, bisa mengirimkannya melalui situs Sendamessage, kemudian pesan-pesan tersebut akan dituliskan kembali di "tembok apartheid" Israel di sisi Timur oleh para aktivis Belanda dan Palestina.
Penulisan surat terbuka dari masyarakat dunia yang menentang tembok pemisah itu sudah dimulai sejak hari Kamis kemarin. Diantara tokoh masyarakat internasional yang ikut memberikan pernyataan terbukanya menolak pembangunan tembok itu adalah penulis asal Afrika Selatan, Farid Esack. Surat-surat terbuka ini diperkirakan akan memenuhi tembok sepanjang 2.500 meter dimulai dari kota Ramallah dan aksi penulisan surat terbuka tersebut akan didokumentasikan oleh kru film dari Belanda.
Saat ini, sudah ada 850 pesan terbuka yang dituliskan ke "tembok apartheid" Israel sejak Sendamessage menggelar aksi menolak tembok pemisah Israel pada Desember tahun 2007. Pihak Sendamessage menyeleksi terlebih dulu pesan-pesan yang masuk lewat situsnya, sebelum dituliskan ke tembok tersebut.
"Kami memilih pesan-pesan yang akan ditulis agar tidak terkesan menimbulkan provokasi, tapi merupakan pesan yang berimbang dan akademis dan bukan pesan propaganda murahan," kata Van Oel.
Penulis dan politisi asal Afrika Selatan, Farid Esack misalnya, dalam pesan terbukanya yang ditulis di tembok pemisah Israel mengatakan bahwa kondisi rakyat Palestina jauh lebih buruk dari kondisi rakyat Afrika Selatan ketika kebijakanapartheid diberlakukan di negeri Afrika itu.
"Saya berasal dari Afrika Selatan yang pernah mengalami kebijakan apartheid. Penganut apartheid fanatik paling gila sekali pun tidak akan pernah memimpikan hal mengerikan seperti tembok ini," kata Esack yang pernah bekerja pada tokoh perdamaian Afrika Selatan, Nelson Mandela ini.
"Di negeri Anda (Palestina), kami melihat sesuatu yang lebih brutal, biadab dan tidak berperikemanusiaan dibandingkan yang pernah kami lihat dibawah kebijakan apartheid di negeri kami. Polisi apartheid tidak pernah menggunakan anak-anak sebagai tameng hidup, militer apartheid tidak pernah menggunakan senjata dan bom untuk membunuh warga sipil seperti yang terjadi di sini," tukas Esack mengecam kebrutalan polisi dan tentara-tentara Israel terhadap rakyat Palestina.
Tembok pemisah atau "tembok apartheid" yang dibangun rezim Zionis Israel di Tepi Barat, panjangnya lebih dari 900 kilometer dan menyebabkan banyak warga Palestina yang terpisah dari keluarganya yang lain dan hidup dibawah kesengsaraan akibat berdirinya tembok tersebut.
Bagi rakyat Palestina, tembok itu adalah bagian dari upaya Israel untuk merampas tanah air mereka. Dunia internasional juga banyak yang mengecam dibangunnya tembok itu. International Court of Justice (ICJ) sudah mengeluarkan pernyataan bahwa tembok itu ilegal dan menuntut Israel membayar kompensasi pada rakyat Palestina. Asosiasi-asosiasi perlindungan HAM di Israel dalam laporannya belum lama ini juga menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan Israel di Tepi Barat sama dengan kebijakan apartheid yang pernah diberlakukan di Afrika Selatan.
Direktur Sendamessage, Van Oel menyatakan, aksi penulisa surat terbuka dan grafiti di tembok pemisah Israel akan menjadi pesan yang jelas bahwa kebijakan apartheid tidak akan pernah bisa menjadi solusi jangka panjang bagi konflik Israel-Palestina. (ln/iol)