Mengapa tak ada yang berani melakukan itu, termasuk Indonesia? Sebab Tiongkok (RRC) mengklaim Taiwan adalah wilayahnya. Maka, negara apapun yang berani mengakui Taiwan harus berhadapan dengan Beijing.
Itulah pentingnya “recognition” sebagai syarat sah negara. Amerika kini secara sempurna mengakui Israel sebagai sebuah negara sebab presidennya telah mengakui Jerusalem sebagai ibukota Israel.
Lebih jauh, dalam hukum internasional, pengakuan dibagi dua: Konstitutif dan Deklaratif. Teori konstitutif mengatakan, pengakuan adalah ipso facto dari berdirinya sebuah negara.
Pada kasus Israel ini, ketika Amerika membangun kedutaannya di Tel Aviv, maka negeri itu menjalankan teori Konstitutif untuk menerima Israel sebagai sebuah negara. Dengan kata lain, Amerika masih “malu” pada negara-negara Timur Tengah (juga negara Islam lainnya) untuk mengakui Israel.
Kini secara deklaratif, Donald Trump mengakui Israel sebab Amerika memindahkan kedutaannya ke Jerusalem. Sejak lama, Israel menjadikan Jerusalem sebagai ibukotanya. Padahal Jerusalem adalah tanah Palestina yang mereka rebut. Maka dari sini kita bisa paham, mengapa sikap Amerika itu harus ditolak.
Dari perspektif itulah kita mengerti sikap Presiden Turki, Recep Tayyep Erdogan, yang mengatakan, “Jerusalem (al-Quds) adalah ambang batas kesabaran umat Islam. Ia merupakan garis merah (yang tak boleh lagi dilewati)”. Erdogan bahkan berjanji akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Amerika memindahkan kedutaannya ke Jerusalem.
Kedua: Sebagai patron politik Timur Tengah, Amerika memiliki pengaruh yang luar biasa. Di Saudi Arabia, misalnya seperti kita tahu, sejak lama Saudi Arabia menjalin kerjasama yang mesra dengan Amerika. Maka sejak Donald Trump berkunjung ke negeri itu, sikap politik raja Salam bin Abdul Aziz terlihat semakin lunak. (Ingat Saudi Arabia adalah negara pertama yang dikunjungi Donald Trump setelah pelantikannya sebagai presiden).