Untuk pertama kalinya dalam 61 tahun, desa Akbara di Palestina akhirnya memiliki sebuah masjid. Masjid ini adalah pengganti masjid yang dihancurkan oleh Israel pada tahun 1948.
Sejak Akbara, terletak 2,5 kilometer dari Safad, diledakkan dan dihancurkan pada tahun 1948, tidak ada lagi masjid yang dibangun dan rakyat menggunakan radio untuk mengetahui waktu shalat. Begitu uraian kata Ghazi Hulailil, anggota dari Asosiasi Al-Hoda, yang mengawasi desa .
"Mereka bergantung pada adzan Yerusalem dan Ramallah," katanya kepada Al Arabiya. "Mereka akan shalat di rumah karena tidak ada masjid di dekat mereka."
Yang membuat kondisi semakin sulit bagi penduduk desa, Hulailil menambahkan, adalah kota terdekat dari Akbara adalah Safad di Distrik Utara Israel yang memiliki penduduk 99% Yahudi dan penduduk non-Arab. Kota-kota lain yang mempunyai masjid sangatlah jauh.
"Untuk shalat Jumat mereka harus pergi sangat jauh ke kota-kota Arab lainnya."
Masjid baru ini masih belum sepenuhnya berfungsi. Masjid belum memiliki menara dan belum ada imam pula. Kadang-kadang seorang penceramah atau khotib datang dari daerah yang lain untuk memimpin shalat dan memberikan tausiyah.
Namun, segera setelah adzan terdengar dari masjid, orang-orang Yahudi yang tinggal beberapa kilometer jauhnya mulai mengeluh. "Warga Safad mengajukan pengaduan karena suara adzan dan mereka langsung menelepon otoritas untuk menegur para penduduk desa."
Sebagai tanggapannya, menolak mengecilkan volume suara adzan karena mereka nyaris tidak bisa mendengarnya. Namun, keluhan orang Yahudi yang merampas tanah orang Palestina itu tidak berhenti. Hulailil menambahkan bahwa sejak tahun 1948, penduduk desa Akbara telah tinggal di tenda-tenda dan pondok sampai bangunan pertama dibangun pada pertengahan 1980-an. (sa/aby)