Rabbi—pemuka agama dalam Yahudi—menjadi elemen penting dalam militer. Bagaimana tidak? Mereka dilatih sama baiknya dengan latihan keyakinan mereka terhadap agama. Rabbi-Rabbi Yahudi merupakan lulusan sekolah tinggi dan beroperasi rahasia dengan para komandan militer Israel. Salah satu tugas utama mereka adalah membangkitkan moral para prajuritnya, terutama ketika berada di garis depan.
Israel sendiri tengah mempersoalkan hal ini. Gal Einav, seorang tentara non-religi mengatakan itu semua hanya retorika. Secepat seorang tentara menarik pelatuk senapannya, maka secepat itu pulalah mereka dikhotbahi. Ia menjelaskan kejadian di Gaza, pada Januari silam, bahwa semua tentara Israel didampingi oleh rabbi sipil di satu sisi, dan satu sisinya rabbi militer. “Rasanya jadi seperti perang agama. Seperti perang suci. Itu mengganggu saya. Agama dan militer harus dipisahkan.” keluhnya.
Letnan Shmuel Kaufman, seorang rabbi militer, mendukung. “Kami mendampingi para tentara di Gaza. Ini membuat perang menjadi lebih suci.” Para rabbi menyebut tentara-tentara Israel sebagai “putra cahaya” dan orang-orang Palestina sebagai “putra kegelapan.”
Saat ini di Hebron, Tepi Barat, banyak sekali diadakan seminari Yahudi. Ini meningkatkan jumlah statistik pemuda Yahudi yang berminat masuk ke dinas tentara. Mereka menjadi percaya bahwa menjadi tentara sama artinya dengan menjaga Israel, dan itu adalah tugas yang mulia dan suci.
Brigadir Jenderal Eli Shermeister, kepala pejabat edukasi militer, mengatakan bahwa ia tidak setuju. “Yang bertanggung jawab atas moral prajurit itu, jelas dan nyata, militer. Bukan rabbi. "
Namun Jenderal Nehemia Dagan mengatakan, jika melakukan hal itu, maka tentara Yahudi akan merasa bertempur dalam perang suci. “Jika sudah menyangkut perang suci, tak ada batasnya!” tegasnya.
Dati hari ke hari, tentara Israel makin bebas di wilayah sipil Palestina. Para Rabbi itu memberanikan mereka yang takut mati agar selalu menekan dan menindas warga Palestina, tak peduli tua muda, lelaki atau pun perempuan! (sa/bbc)