Eramuslim.com – Lima pemuda Palestina kembali syahid di tangan tentara Zionis-Israel. Salah satu asy syahid sempat menyampaikan perasaannya soal bantuan Indonesia selama ini kepada rakyat Palestina.
Sebelumnya Kementerian Kesehatan Palestina sudah mengonfirmasi tentang wafatnya Salim, anak muda Palestina usia 18 tahun asal Qalqaliyah, Tepi Barat, Palestina. Salim adalah anak muda Palestina ke-lima yang terbunuh karena peluru serdadu Zionis-Israel dalam satu bulan terakhir.
Empat pemuda lainnya adalah Musab Firas al-Tamimi (17 tahun), pemuda Palestina dari sebuah desa di Deir Nitham, dan dua orang remaja yang masing-masing terbunuh di Kamp Pengungsian Bureij di Gaza, dan di sebuah desa bernama Burin di Nablus, Tepi Barat serta Sharif Shlash pemuda Gaza berusia 27 tahun yang terbunuh 17 Desember 2017.
Sharif, termasuk pemuda Gaza yang tangguh. Ia bergabung bersama pemuda Gaza lainnya untuk terus melawan penjajahan yang dilakukan Zionis. Eskalasi perlawanan makin sengit ketika status Yerusalem sebagai ibu kota Palestina diusik akhir Desember lalu.
Suatu hari, Ahad 17 Desember 2017 lalu, Sharif bergabung dalam sebuah aksi perlawanan di perbatasan Gaza. Aksi membela Yerusalem itu berlangsung di pinggiran tembok perbatasan antara wilayah Jabalia Timur Gaza dan daerah jajahan Zionis-Israel.
Dilansir dari siaran pers ACT, dalam aksi itu pun, Tim relawan ACT di Gaza sempat mengiringi pemuda Gaza dengan memberikan dukungan ribuan paket makanan. Bahkan, dalam sebuah foto yang sempat diabadikan relawan ACT di Gaza, Sharif Shlash termasuk dalam satu dari ribuan pemuda Gaza yang mendapatkan bantuan paket makanan dari Dapur ACT di Gaza.
Hari itu, 17 Desember perlawanan berlangsung makin sengit, batu dibalas dengan senjata. Sampai akhirnya sebuah peluru timah panas itu menembus perut Sharif, pendarahan hebat deras keluar dari perutnya. Kebetulan, rumah sakit terdekat adalah Rumah Sakit Indonesia. Sharif dilarikan segera ke rumah sakit.
Kepada relawan ACT di Gaza, istri Sharif sempat bertutur bahwa suaminya tanggal 17 Desember lalu berpesan, bahwa ia mendengar di tembok perbatasan nanti akan ada bantuan makanan dari saudara-saudara Indonesia.
“Saya tak menyangka Indonesia selalu ada untuk mendampingi kita dalam memperjuangkan hak-hak kita atas kemerdekaan Palestina,” ungkap istri Sharif menirukan perkataan suaminya di hari 17 Desember itu saat ditemui relawan ACT dalam proses pemakaman Sharif.
Kini, Sharif Shlash telah syahid. Resmi sudah bergabung dalam “tim paling elit” di sisi Allah SWT. Tim yang berisi mereka para pejuang tangguh yang wafat syahid karena membela tanah airnya, membela bangsanya.
Dari tanah Gaza, Palestina, kisah tentang darah, amuk, amarah bahkan nyawa yang syahid tak pernah berhenti bergemuruh. Hari-hari di Gaza adalah bertahan hidup sembari melawan. Perlawanan tak henti ditunjukkan oleh ribuan bahkan puluhan ribu anak-anak muda Gaza, setiap harinya.
Bagi mereka, bergabung untuk melawan penjajahan Zionis Israel serupa dengan bergabung dalam tim elit. Sebuah tim elit yang berani mati, berani syahid atas nama Allah. Tim elit ini merupakan gabungan ribuan pemuda Gaza yang melawan. Perlawanan ditunjukkan di ujung tembok perbatasan yang memblokade Gaza selama sekian dekade terakhir.
Perlawanan antara batu dibalas dengan peluru, gas beracun, bahkan granat yang dilempar oleh serdadu Israel. Ketika darah dan nyawa telah syahid, purna sudah tugas. Dengan Takbir, ribuan anak muda Gaza merekam cerita yang sama, tentang syahid dalam membela kemerdekaan bangsanya, bangsa Palestina.
Tapi, perjuangan masih belum usai. Sekian tahun berlalu Palestina masih tetap terjajah. Setiap harinya, masih ada anak-anak muda Palestina lain yang syahid karena melawan. Hari-hari di Januari 2018 terus berjalan, setiap pergantian malam berarti perjuangan baru bagi jutaan warga Palestina. Kemerdekaan terus diperjuangkan meski nyawa menjadi taruhan. Eskalasi konflik terus meningkat demi menjaga hak atas Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.
Seperti yang pernah dikatakan Yahya, seorang anak muda Gaza yang ditemui ACTNews awal Januari lalu. Ia berkata, anak-anak Palestina terutama mereka yang berasal dari Gaza sudah sejak dini menghabiskan masa mudanya, untuk berjuang menuntut kemerdekaan.
“Jika kami masih bermain, menurut kami ini merupakan suatu pengkhianatan. Sebab, tak ada yang lebih penting selain berjihad,” tegas Yahya. (jk/rol)