Salafi Jihadi Gaza Tolak Gencatan Senjata De Facto Hamas dengan Israel

Faksi-faksi kelompok Islam ‘radikal’ yang menantang pemerintahan Hamas di Jalur Gaza, mengecam adanya suatu gencatan senjata de facto dengan Israel dan menuduh Hamas telah gagal untuk menegakkan syariah Islam.

Meskipun kecil dalam jumlah, kelompok-kelompok ini (yang dikenal sebagai salafi jihadi) memiliki dampak yang cukup signifikan.

Dengan meluncurkan ratusan roket dari Jalur Gaza ke negara Yahudi, mereka telah membuat murka Israel dan gerakan Islam Hamas.

Berbagai kelompok jihad yang ada semuanya mengidentifikasi diri mereka sebagai Salafi.

Peringatan keagamaan mereka dan penolakan untuk mematuhi gencatan senjata secara de facto di tempat sejak Januari 2009 telah menetapkan mereka pada jalan konfrontasi dengan Hamas.

Puncaknya pada bulan Agustus 2009, ketika Jundu Ansharullah mengumumkan pembentukan Emirat Islam di Gaza, selama khotbah di sebuah masjid di selatan kota Rafah.

Deklarasi tersebut berakhir bentrok dengan Hamas, sehingga menewaskan 24 orang tewas.

Hubungan dengan Hamas telah tegang sejak itu, kata Abu al-Bara al-Masri, yang menggambarkan dirinya sebagai pemimpin senior kelompok Gaza "Salafi jihadi".

"Sejak itu kami telah menghadapi penuntutan, penangkapan dan ancaman terhadap keluarga kami untuk mencoba meyakinkan kami untuk mengubah diri kami," katanya.

"Tapi kami tidak akan pernah menyerah untuk membatalkan rencanakan Hamas untuk mengakhiri kelompok Salafi jihadi."

Masri menyebut lima kelompok utama yang saat ini aktif di Gaza – Jundu Ansharullah, Jaysh al-Islam, Tauhid wa Jihad, Jaysh al-Umma dan Anshar al-Sunnah – dan mengatakan faksi kecil lainnya "dalam tahap awal pengembangan."

"Tidak ada persaingan antara kelompok ini," katanya. "Sebaliknya, persaudaraan kami membuat kerja sama."

Jurubicara Hamas Taher al-Nunu membantah bahwa para penguasa Islam Gaza memburu anggota faksi Salafi.

"Kami menghormati semua mereka yang bekerja dalam kerangka pikiran tertentu, yang bekerja di dalam hukum umum dan kunci kesepakatan Palestina," katanya.

Namun Abu Hamza al-Maqdisi, seorang pemimpin Anshar al-Sunnah, menuduh Hamas telah meninggalkan prinsip-prinsip mereka sendiri.

"Kami tidak bermaksud untuk menyatakan mereka murtad, yang bukan bagian dari agama kami, tetapi kami meyakini bahwa penerapan hukum Syariah sangat diperlukan," katanya.

"Kami mendukung cadar dan larangan merokok dan mulai menciptakan emirat Islam, tapi ini bukan pendekatan Hamas."

Hamas merubah aturan agama yang tergantung pada siapa yang berkuasa," katanya. Dia menuduh Hamas hanya menindak serangan roket mereka setelah meraih kekuasaan.

Israel telah mengambil tindakan sendiri untuk memadamkan serangan roket, meluncurkan serangkaian serangan udara yang mematikan, namun serangan mereka "hanya memperkuat keyakinan perjuangan mujahidin akan terus berlanjut," kata Maqdisi.

Sejarah buruk berdarah antara Hamas dan Salafi jihadi pernah terjadi beberapa waktu lalu, ketika Tentara Islam mengaku bertanggung jawab atas penculikan wartawan BBC Alan Johnston.

Pada waktu itu, Hamas mengatakan telah memutuskan hubungan dengan kelompok Salafi dan membantu Johnston bebas setelah empat bulan di penahanan.

Penculikan, dan posisi garis keras yang didukung oleh kelompok Salafi, telah mengangkat pertanyaan tentang hubungan mereka dengan al-Qaidah.

Masri menolak mengomentari hubungan mereka dengan Al-Qaidah, namun hanya menawarkan sebuah pernyataan dukungan: "Kami berdiri dengan saudara-saudara kami dalam organisasi yang dipimpin oleh Syaikh Usamah Bin Ladin," katanya.

Tapi Maqdisi mengakui bahwa mereka melakukan kontak informal.

"Tidak ada kontak langsung pada saat ini … Ada kontak dengan individu di beberapa organisasi, tetapi itu tidak berarti sikap kami adalah sama atau kami mengkoordinasikan aksi militer atau bahkan pendanaan dengan mereka," katanya.

Hamas menolak kehadiran Al-Qaidah di Gaza, tetapi telah mengakui bahwa berbagai kelompok terus melakukan "perlawanan terhadap pendudukan" dan Hamas mencoba untuk melakukan kontrol atas mereka.

Masri mengatakan Hamas telah menggunakan taktik brutal untuk memaksakan kontrol terhadap ratusan pejuang Salafi jihadi yang ia klaim hadir di Gaza.

"Mereka menangkap mujahidin dan menyiksa mereka … Mereka tidak menyiksa kolaborator dengan Israel sebanyak yang mereka lakukan terhadap para pejuang yang menembakkan roket ke Israel."

Militan seperti Abu Jaafar, seorang anggota Anshar al-Sunnah, mengatakan konflik dengan Hamas telah memaksa dia untuk mengambil langkah-langkah yang tidak biasa untuk mengunjungi ayahnya yang meninggal di rumah sakit.

"Dia menderita kanker dan semakin buruk. Saya harus pergi ke rumah sakit dengan dua saudara, menyamar dalam pakaian wanita dan bercadar," katanya. (fq/aby)