Hizbu Tahrir mulai terasa kemunculannya di Palestina, sejak Hamas ikut serta dalam pemilu legislatif 25 Januari 2006.
Dan kini Hizbu Tahrir di Palestina kian mengintensifkan aktifitasnya melalui kampanye media massa dan sosialisasi di masyarakat Palestina lewat sejumlah aksi demonstrasi di Ghaza dan berbagai seminar memperingati runtuhnya khilafah Islamiyah.
Sejumlah pengamat memandang, intensitas kegiatan Hizbu Tahrir belakangan ini, tak lepas dari keinginan para penggeraknya untuk menjadi gerakan alternatif menggantikan Hamas yang hingga kini masih dikepung habis-habisan oleh Barat. Khususnya, apa yang terjadi atas Hamas setelah bulan Juni lalu, sehingga Palestina terbelah menjadi dua antara Ghaza yang dikendalikan Hamas dan Tepi Barat yang dikuasai Fatah. Beragam krisis yang menimpa Hamas dianggap sedikit banyak bakal mengurangi simpatisan mereka di masyarakat.
Dr. Eyad Al-Barthouti, pakar urusan Gerakan Islam di Islamonline mengatakan, “Bertambahnya intensitas aksi Hizbu Tahrir adalah untuk menawarkan diri sebagai pengganti Hamas yang sudah memiliki basis sosial di kalangan rakyat Palestina. ”
Ia menambahkan pula bahwa Hizbu Tahrir menganggap pengalaman Hamas dalam pemerintahan mengalami banyak problem, karena itu Hizbu Tahrir berupaya menarik simpatik lebih luas dari masyarakat Palestina. Dan itulah yang menyebabkan mereka meningkatkan aktifitasnya belakangan ini.
Menurut Hizbu Tahrir sendiri, pembagian Palestina menjadi Ghaza dan Tepi Barat adalah hasil keterlibatan Hamas dalam pemerintahan Palestina. Hizbu Tahrir mengkritik Hamas karena memasuki wilayah pemerintahan, melalui sistem demokrasi yang menurut Hizbu Tahrir tidak dibolehkan secara syariat. Hizbu Tahrir juga menyatakan peolakannya secara terang-terangan terhadap kesepakatan internal Palestina seperti Kesepakatan Kairo tahun 2005, Kesepakatan Makkah antara Hamas dengan Fatah pada Februari 2006, lantaran poin-poin kesepakatan itu dianggap “menjual Palestina. ”
Namun demikian, menurut Al-Bargouthi, masih jauh upaya Hizbu Tahrir untuk menarik simpatik masyarakat yang selama ini bertumpu pada Hamas. “Hizbu Tahrir masih lemah di basis sosial, meskipun mereka kuat secara struktur, ” ujarnya. Meski tidak dinafikan, ada sebagian simpatisan Hamas yang bisa jadi tertarik mengalihkan dukungannya kepada Hizbu Tahrir dengan ragam aktifitasnya yang kian marak di Palestina. Sementara saat ini Hamas sendiri sedang sangat sibuk terhadap masalah dengan Fatah yang belum usai. (na-str/iol)