Petugas medis menemukan sisa-sisa bahan kimia uranium pada luka-luka warga Gaza yang menjadi korban serangan biadab Israel yang sudang berlangsung selama sembilan hari. Hal tersebut diungkapkan oleh petugas medias asal Norwegia pada koresponden Press TV, stasiun televisi yang berbasis di Iran.
Laporan ini mengemuka setelah pasukan darat Israel menginvasi Jalur Gaza setelah selama sepekan lebih membombadir Gaza dari udara. Uranium adalah bahan berbahaya untuk pembuatan senjata nuklir. Sejauh ini belum ada laporan tindak lanjut atas penemuan para petugas medis dari Norwegia itu untuk mengungkap seberapa jauh Zionis Israel menggunakan zat berbahaya tersebut.
Pada saat yang sama, rumah-rumah sakit di Jalur Gaza mulai kerepotan untuk mengurus banyaknya korban. Para dokter itu bekerja keras menolong para korban akibat minimnya petugas medis dan peralatan dan obat-obatan di Gaza akibat blokade Israel selama satu tahun lebih. Di sisi lain, Mesir masih tidak mau membuka perbatasan Rafah dan mengizinkan agar bantuan medis dan makanan bisa masuk ke Jalur Gaza.
Dr. Erik Fosse, seorang dokter sukarelawan dari Norwegia yang bertugas di Rumah Sakit Shifa, Gaza mengatakan, selain memberikan bantuan medis, setiap hari para dokter harus tahan banting mendengar jeritan dan rintihan para korban luka.
"Dalam kurun waktu 24 jam, jumlah korban meningkat tiga kali lipat. Kami benar-benar sangat sibuk," kata Dokter Fosse.
Menurutnya, 30 persen dari para korban yang meninggal dunia maupun luka-luka di Rumah Sakit Shifa, adalah anak-anak dan 50 persen korban luka mengalami luka berat. "Para dokter melakukan bedah di koridor-koridor rumah sakit, pasien bergelatakan di mana-mana dan banyak korban sekarat sebelum mereka akhirnya mendapatkan perawatan," tutur dokter Fosse menggambarkan situasi rumah sakit di Gaza.
Rumah-rumah sakit lainnya, tidak berdaya untuk merawat banyaknya korban karena ketiadaan obat-obatan dan tenaga. Palang Merah Internasional dalam pernyataannya menyatakan, Israel melarang bantuan medis masuk ke Jalur Gaza.
Larang serupa masih diberlakukan pemerintah Mesir, yang tetap menolak membuka perbatasan Rafah bagi bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza.
Juru Bicara Badan Bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) Christopher Gunness menolak pernyataan Israel yang mengatakan bahwa tidak ada krisis kemanusiaan di Gaza. "Kami memiliki sekitar 9.000-10.000 relawan di lapangan. Mereka setiap hari berbincang dengan warga sipil di Gaza. Mereka sangat menderita.," tukas Gunness. (ln/aljz/prtv)