Moralitas negara-negara Barat dinilai sudah lenyap, ini terlihat dari sikap standar ganda mereka selama bertahun-tahun terhadap persoalan bangsa Palestina dan perang yang telah menghancurkan negeri 1001 malam, Irak.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ronnie Kasrils, mantan kepala intelejen di sayap militer African National Congress yang kini menjabat sebagai menteri bidang intelejen Afrika Selatan.
Dalam artikelnya yang dimuat situs surat kabar The Guardian, Jumat (19/5), Kasrils mengatakan tidak beralasan jika Barat tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan bangsa Palestina sekarang ini. Langkah diplomasi yang dilakukan oleh tim Kwartet yang terdiri dari PBB, Uni Eropa, Rusia dan AS untuk mengurangi penderitaan rakyat Palestina,menurutnya belum dilakukan secara sungguh-sungguh. Apalagi pada saat yang sama AS dan Uni Eropa melarang negara-negara di dunia melakukan kontak dengan para pemimpin Palestina terpilih.
Kasrils berpendapat, akar permasalahan yang dihadapi bangsa Palestina adalah makin intesifnya pendudukan Israel di wilayah Palestina. Misalnya saja pembangunan dinding pemisah sepanjang 390 mil di Tepi Barat, yangtelah merampas 10 persen tanah rakyat Palestina. Padahal pengadilan internasional sudah menyatakan bahwa pembangunan dinding itu ilegal dan harus dihancurkan. Selain itu, Israel juga terus memperluas wilayah pemukiman bagi warga Yahudi di Tepi Barat.
Akibat tindakan Israel itu, sekitar 50.000 rakyat Palestina yang tinggal di balik tembok pemisah hidup terisolasi dan 65.000 rakyat Palestina yang biasa keluar masuk wilayah itu harus melewati 11 pos pemeriksaan. Kota-kota seperti Qalqiya dan Jayyous yang tadinya makmur karena tanahnya yang subur dan cukup persediaan air, kini terkepung. Sebagain wilayah kota itu yang memiliki lahan pertanian serta rumah-rumah kaca tempat menanam sayur-sayuran, kini berada disisi tembok wilayah Israel.
Tidak hanya itu, Israel juga kini menahan dana bulanan sebesar 50 juta dollar dari hasil pendapatan pajak dan cukai yang seharusnya menjadi hak rakyat Palestina. Sumber-sumber energi bagi rakyat Palestina diputus. Dan akibat tekanan Israel serta negara-negara Eropa, AS dan negara Barat lainnya, pegawai negeri sipil, guru, dokter dan aparat keamanan di Palestina belum menerima gaji selama lebih dari dua bulan. Belum lagi pertikaian di dalam negeri Palestina dan makin banyak rakyat Palestina yang mulai putus asa makin memperjelas bahwa Israel dan Barat sengaja ingin melihat kehancuran Palestina dari dalam.
Bangsa Palestina, tulis Kasrils, telah dijatuhi sangsi atas pilihan politiknya. Tapi Israel, yang dilapangan nyata-nyata berusaha mencegah berdirinya negara Israel, tidak dijatuhi sangsi apapun. Seharusnya, menurut Kasrils, sangsi PBB dijatuhkan bagi Israel.
Lebih lanjut Kasrils menyatakan, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, sebaiknya menggunakan bulan-bulan terakhir masa jabatannya untuk menyerukan sangsi bagi Israel dan menerapkan keputusan pengadilan mahkamah internasional agar Israel menghancurkan tembok pemisah yang dibagunnya, menutup pemukiman-pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan membebaskan tahanan politik Palestina. Selain itu, mereka yang peduli akan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan, harus membangun gerakan solidaritas secara global bagi bangsa Palestina seperti gerakan anti apartheid yang dilakukan di Afrika Selatan pada era tahun 80an, tegas Kasrils. (ln/TheGuardian)