Para pemimpin negara-negara Arab dalam pertemuan di Sudan, Selasa (28/3) menegaskan kembali komitmen perdamaian dan memperbaharui tawaran tanah perdamaian pada Israel.
Untuk itu, Presiden Sudan Umar Hasan al-Basyir menyerukan tim kuartet yang memediasi perdamaian antara Israel dan Palestina, untuk meningkatkan upaya melakukan pendekatan pada Israel agar merespon seruan damai yang berulangkali dilakukan oleh negara-negara Arab.
Seruan agar tim kuartet memperbaharui kembali pembicaraan damai di Timur Tengah juga disampaikan Presiden Aljazair Abdulaziz Bouteflika dan Raja Maroko, Muhammad dalam pidato yang dibacakan Perdana Menterinya.
Dalam pertemuan tingkat tinggi di Beirut tahun 2002 lalu, semua negara-negara Arab menawarkan perdamaian sebagai penghargaan pada Israel jika mau mundur dari wilayah Arab yang dikuasainya sejak perang tahun 1967. Namun Israel menolak tawaran itu karena dianggap tidak realistis. Pejabat Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dalam kampanye pemilunya malah mengkampanyekan penentuan perbatasan secara sepihak sampai tahun 2010 dengan mempertahankan blok pemukiman Yahudi yang besar-besar di Tepi Barat dan membongkar pemukiman yang kecil-kecil.
Dalam pertemuan di Sudan itu, para pemimpin Aran juga mendesak dunia internasional untuk tidak menghukum rakyat Palestina yang secara demokratis memilih Hamas dalam pemilu kemarin.
"Seruan-seruan untuk mendistorsi makna politik pilihan rakyat Palestina dengan ancaman boikot dan penghentian bantuan tidak bisa dibenarkan," kata Bouteflika.
"Hal semacam ini hanya bisa dilihat sebagai hukuman yang tidak adil pada seluruh rakyat yang sudah menentukan pilihan mereka dengan bebas," sambungnya. Kecaman serupa juga disampaikan Presiden Sudan al-Basyir.
Pertemuan para pemimpin Arab yang didahului pertemuan tingkat menteri luar negeri selama dua hari di Sudan, menghasilkan draft resolusi yang meminta dunia internasional tidak menghentikan bantuannya pada otoritas Palestina dan meminta mereka untuk menghormati pilihan demokratis rakyat Palestina.
Dalam acara pembukaan hanya 12 pemimpin negara Arab yang hadir dari 22 negara anggota Liga Arab. Tokoh-tokoh penting seperti Presiden Mesir Husni Mubarak dan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz tidak hadir dalam pertemuan tingkat tinggi yang dipersingkat hanya satu hari dari dua hari yang direncanakan. Pemimpin Arab lainnya yang tidak hadir antara lain Raja Bahrain Hamad bin Issa Al-Khalifa, Presiden Uni Emirat Arab Khalifa bin Zayed Al-Nahayan, Raja Maroko Muhammad VI, Pemimpin Oman Sultan Qabus, Presiden Irak Jalal Talabani dan pemimpin Tunisia Zainal Abidin bin Ali.
Sedangkan yang hadir antara lain Presiden Suriah Basyar Al-Assad dan Perdana Menteri Libanon Fuad Siniora. Mereka nampak berjabat tangan meski hubungan kedua negara itu sedang menegang sejak kasus pembunuhan mantan PM Libanon, Rafiq Hariri bulan Februari 2005 lalu. (ln/iol/aljz)