Rejim Zionis Israel menghancurkan rumah-rumah dan merampas tanah-tanah warga Palestina di desa Beqaa, Tepi Barat. Akibatnya, sejumlah penduduk desa itu terpaksa mengungsi ke desa lain, bahkan ke luar Palestina.
"Setiap rumah paling tidak punya satu anak kecil. Mereka terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka. Karena tidak bisa membangun rumah-rumah yang baru, sebagian pergi ke al-Khalil, sebagian lagi mengungsi ke Amman (Yordania) dan ke beberapa tempat lainnya ke luar negeri, " kata seorang warga desa Beqaa.
Beberapa warga desa yang masih menetap mengungkapkan kekhawatirannya rumah mereka juga akan dihancurkan, karena mereka menerima surat pemberitahuan dari rejim Zionis bahwa rumah mereka dianggap ilegal. "Saya menabung, ketika bekerja sebagai buruh untuk membangung rumah saya ini. Jika Israel menghancurkannya, saya tidak bisa membangunnya kembali, " kata seorang warga Palestina yang kini menganggur.
Desa Beqaa adalah desa yang didirikan pada tahun 1973 oleh warga Palestina dan para pengungsi Palestina yang terusir dari rumah-rumah mereka pada saat perang Arab-Israel tahun 1948. Di desa ini hanya ada 55 rumah, tapi jumlah warga desa mencapai 1.800 orang, sehingga kondisi desa Beqaa sangat padat.
Selama 12 tahun terakhir, warga desa selalu hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran karena rejim Zionis Israel kerap melakukan penggusuran rumah-rumah warga Palestina.
Pertemuan Abbas-Olmert
Sementara itu, Presiden Palestina Mahmud Abbas dan PM Israel Ehud Olmert rencananya akan kembali menggelar pertemuan hari ini, menyambung negosiasi damai Israel-Palestina.
Negosiasi-negosiasi yang dilakukan pasca Konferensi Annapolis di Maryland, AS menemui jalan buntu karena Israel selalu menolak membahas tiga persoalan penting terkait perdamaian Israel-Palestina, yaitu masalah perbatasan, pemukiman kaum Yahudi di wilayah Palestina dan hak kembali para pengungsi Palestina, termasuk status Yerusalem sebagai bakal ibukota negara Palestina merdeka.
Menjelang pertemuan hari ini, PM Israel menyatakan bahwa ia dan Abbas tidak akan membicarakan masalah status Yerusalem. "Yerusalem akan menjadi agenda terakhir yang akan dinegosiasikan, " klaim Olmert yang mengaku telah mendapat persetujuan Abbas atas agenda ini.
Juru runding Palestina Seb Erekat membantah pernyataan Olmert itu. Ia menolak isu soal status Yerusalem dipisahkan dari agenda utama negosiasi. (ln/presstv/aljz)