Film "The Heart of Jenin" dibuat oleh dua orang sutradara Marcus Vetter dan Lior Geller, ke dalam bentuk film dokumenter dan pertama kalinya diputar untuk umum di pusat kebudayaan Jerman-Prancis di Ramallah pada tanggal 27 Maret lalu.
"The Heart of Jenin" adalah kisah nyata tentang seorang bocah Palestina bernama Ahmad al-Khatib yang ditembak hingga tewas oleh pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat pada 2 November 2005. Pasukan Israel menembak Ahmad, karena mengira pistol yang dibawa Ahmad adalah pistol sungguhan, padahal itu cuma pistol mainan.
Menurut film dokumenter tersebut, seorang tentara Israel memerintahkan untuk "menembak apa saja yang bergerak" saat insiden penembakan Ahmad terjadi. Ahmad yang saat itu berusia 12 tahun, sempat dibawa ke rumah sakit Haifa sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Sang ayah, Ismael al-Khatib kemudian memutuskan untuk mendonasikan organ-organ tubuh puteranya untuk rumah sakit Haifa.
"Jika saya tidak bisa menolong anak saya untuk pulih, mungkin saya bisa menolong anak-anak lain, " kata ayah Ahmad saat menyumbangkan organ-organ tubuh anaknya.
Dan ternyata, organ-organ tubuh Ahmad itu memang menyelamatkan nyawa orang lain, yaitu nyawa lima anak-anak Israel. Padahal, Ahmad merenggang nyawa akibat peluru tentara Zionis Israel.
"The Heart of Jenin" merekam perjalanan ayah Ahmad, Ismael ke Israel untuk bertemu dengan anak-anak Israel yang menerima donasi organ tubuh anak lelakinya. Ginjal Ahmad diberikan pada seorang anak perempuan Yahudi di Yerusalem dan seorang anak lelaki suku Badui di kawasan Gurun Negev. Jantung Ahmad diberika sebuah keluarga Druze di utara Israel dan dua penerima donasi organ tubuh Ahmad, menolak di ikutsertakan dalam film tersebut.
Pendonasian organ tubuh itu dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ayah dan ibu Ahmad, para politisi dan para ulama. Dalam film dokumenter tersebut, ditampilkan seorang Mufti di Jenin yang memberikan persetujuan atas donasi organ tubuh Ahmad, dengan dukungan dari komandan Brigade Martir al-Aqsa, faksi pejuang di Palestina.
"Kami tidak punya masalah dengan orang-orang Yahudi. Tidak ada masalah sepanjang hal ini bisa menyelamatkan nyawa orang lain, " kata Zakaria Zubeidi, komandan Brigade Martir al-Aqsa.
Tapi dalam film itu, ayah dari anak perempuan Yahudi yang menerima donor organ tubuh Ahmad, mengatakan bahwa ia tidak mau bertemu dengan keluarga donor dan lebih senang jika yang menjadi donor adalah orang Yahudi juga. Menurutnya, orang-orang Arab cuma ingin membunuh orang-orang Israel. Tindakan yang sama sekali tidak menunjukkan rasa terima kasih pada ayah Ahmad yang telah mendonasikan organ tubuh anak lelakinya untuk menyelamatkan anak perempuan keluarga Yahudi itu.
Setelah pemutaran "The Heart of Jenin" di Ramallah, sutradara Marcus Vetter yang berkebangsaan Jerman mengatakan bahwa film itu dilarang diikutsertakan dalam festival film di Tel Aviv, dengan alasan teknis. "Beberapa orang mengatakan film ini bias, karena menceritakan tentang kematian seorang anak kecil dan fokusnya masalah pos-pos pemeriksaan, hukuman kolektif serta penghancuran yang dilakukan Israel di kamp pengungsi di Jenin, " kata Vetter.
Di sisi lain, bioskop-bioskop di Palestina juga menolak memutar film ini. Direktur pusat kebudayaan Jerman-Prancis, Farid Maajari mengatakan, alasan penolakan karena salah seorang sutradaranya Lior Geller adalah orang Israel.
Sementara itu, ayah Ahmad, Ismael al-Khatib kini bekerja sebagai pengelola sekolah musik untuk anak-anak di Jenin. "Tanpa perdamaian, hanya pembunuhan yang tetap terjadi. Anak-anak dari Palestina dan Israel dan semua anak di dunia, akan mati, " tukas Khatib. (ln/al-arby)