Presiden Palestina Mahmud Abbas tampak sejalan dengan semangat yang dihasilkan dari kesepakatan Makkah Mukarramah soal pembentukan pemerintahan koalisia Nasional Palestina. Dalam perbincangannya dengan Menlu AS Condoleeza Rice, Abbas membela kesepakatan Makkah yang telah ia sepakati dengan PM Palestina Ismail Haniyah yang juga tokoh pimpinan Hamas.
Abbas seperti diberitakan situs Palestine Information Center disebutkan sempat bersuara tinggi saat mendapat laporan dari seorang petinggi AS hari Sabtu (17/2), yang mengancam akan memboikot pemerintahan koalisi nasional yang saat ini baru akan dibentuk. AS disebutkan mengancam memboikot semua menteri pemerintah koalisi, termasuk para menteri Fatah, bila pemerintah koalisi Palestina tidak mau tunduk dengan syarat yang diajukan negara kwartet.
Seorang petinggi Palestina mengatakan suara Abbas meninggi dan mengatakan melalui telepon, bahwa dirinya saat ini dalam kondisi dilematis karena menghadapi tekanan AS dan tekanan dalam negeri Palestina.
"Alternatif satu-satunya bila mengabaikan kesepakatan Makkah adalah perang saudara…!" ujar Abbas keras.
Menghadapi tekanan AS dan Israel yang demikian keras terhadap Presiden Abbas terkait kesepakatan Makkah, Ismail Haniyah telah menyatakan akan tetap berdiri di samping Abbas untuk memelihara konsistensi kesepakatan Makkah. Sementara Abbas yang bertemu dengan Rice beberapa waktu lalu juga menyatakan semangat yang sama. Ia melakukan negosiasi diplomatik untuk terus menarik dukungan luar terhadap pemerintahan koalisi yang akan dibentuknya, setelah ia mendengar pernyataan Ehud Olmert yang menolak berhubungan dengan pemerintahan koalisi.
Seharusnya, Olmert, Rice dan Abbas bertemu hari ini (19/2), tapi tampaknya tak ada rencana untuk mengadakan konferensi pers untuk mengemukakan hasil pertemuan itu. Para pengamat Barat mengatakan, bahwa kesepakatan Makkah tidak memenuhi syarat yang dikehendaki negara kwartet.
Menurut Shaib Ariqat, salah satu penasihat Abbas, "Presiden Palestina telah menjelaskan kepada Rice soal tujuan utama dan paling penting dari kesepakatan Makkah itu, yakni menghentikan perang saudara sesama rakyat Palestina, menghentikan kekacauan dan mengembalikan stabilitas keamanan. " Namun Rice mengatakan kepada pers bahwa Abbas hingga kini masih mendukung keinginannya dan keinginan negara kwartet. Ia berharap pada pertemuan hari ini, antara Abbas, Rice dan Olmert akan ada kesaling pahaman terhadap kondisi yang ada, lalu menegaskan kembali komitmen terhadap kesepakatan perdamaian yang pernah ditandatangani oleh pemerintahan Palestina sebelum Hamas.
Olmert mengatakan, bahwa Israel sepakat dengan pendapat AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB soal pengakuan terhadap eksistensi penjajah Israel di Palestina, soal larangan menggunakan kekerasan terkait pejuang Palestina yang selama ini ingin mengusir penjajah Israel, serta soal komitmen terhadap kesepakatan yang pernah ada. Olmert mengatakan, "Pemerintah Palestina apapun yang tidak menerima syarat negara kwartet tidak akan mendapat legitimasi internasional dan Israel takkan menjalin kerjasama dengan pemerintah itu. "
Konflik antara pendukung Hamas dan Fatah sebelum ini telah memakan korban lebih dari 90 orang Palestina. Pertikaian itu kemudian mereda setelah terjadinya kesepakatan Makkah Mukarramah antara pimpinan Hamas Khalid Mishal dan pimpinan Fatah Mahmud Abbas. Mereka bertekad untuk menghentikan pertumpahan darah sesama rakyat Palestina. Tapi negara-negara kwartet justru memaksakan kehendak soal pengakuan eksistensi penjajah Israel di Palestina. (na-str/pic)