Tiga tahun lalu, ketika Ariel Sharon (ketika itu menjabat sebagai perdana menteri Israel) menyatakan diri keluar dari Partai Likud-partai terbesar di Israel- dan mendirikan partai sendiri bernama Partai Kadima, terjadi keguncangan di panggung perpolitikan Israel. Nama partai Likud seolah tenggelam, bahkan setelah Sharon koma akibat serangan stroke dan posisinya digantikan oleh Ehud Olmert. Tetapi sejumlah persoalan yang dihadapi rezim Israel di bawah Partai Kadima membuat publik Israel tak lagi percaya dengan kepemimpinan Kadima dan mulai beralih kembali ke Likud.
Polling-polling yang dilakukan menunjukkan popularitas Partai Likud terus meningkat dan otomatis mengangkat kembali nama Benyamin Netanyahu sang ketua partai, yang selama ini merada kecewa berat dengan Kadima. Perpecahan Likud-Kadima sendiri dipicu oleh kebijakan Sharon ketika itu untuk menarik pasukan dan pemukim Yahudi dari Jalur Ghaza, kemudian dari Tepi Barat. Sebuah kebijakan yang bagi publik Israel ibarat "perubahan drastis" dari seorang Sharon yang selama ini mendesak agar orang-orang Israel memenuhi wilayah-wilayah Palestina, jika perlu sampai ke puncak-puncak bukitnya. Netanyahu yang pada masa pemerintahan Sharon menjabat sebagai menteri keuangan, mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas kebijakan atasannya itu.
Citra Likud makin memburuk setelah partai ini mendukung pemangkasan tunjangan kesejahteraan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Tetapi kondisi itu kini berbalik pada Partai Kadima, apalagi saat ini Perdana Menteri Ehud Olmert sedang menghadapi kasus dugaan korupsi. Meski mengakui kualitas Likud juga tidak lebih baik dari Kadima, publik Israel kini cenderung memilih Likud.
"Ibaratnya, dari Netanyahu kami mendapat tamparan. Tapi dari Kadima kami mendapat tinju tepat di muka kami, " Jojo Abutbol warga Israel yang menyatakan akan kembali mendukung Likud.
"Kami sudah memaafkan Bibi (panggilan untuk Benyamin Netanyahu). Kami sadar telah melakukan kesalahan, jika dibandingkan dengan 4 persen pemotongan dana kesejahteraan, kondisi ekonomi saat ini sudah menuju pada kehancuran, " sambung Jojo.
Pengaruhnya pada Palestina
Pertarungan kekuatan Likud-Kadima secara tidak langsung akan berdampak pada kebijakan rezim Zionis Israel terhadap Palestina. Jika Kadima melakukan berbagai negosiasi dengan Palestina, Likud menegaskan bawah mereka akan menunggu sampai ada partner negosiasi yang lebih kuat dan menunggu sampai perekonomian di Tepi Barat berkembang.
Analis di Universitas Tel Aviv bidang Ilmu Politik, Gideon Doron mengatakan, perang Israel-Libanon dan masalah nuklir Iran, membuat publik lebih menaruh harapan pada partai yang dikenal keras dan tegas dalam menerapkan kebijakan keamanannya. Dan kebijakan itu dimiliki oleh Partai Likud.
"Siapa bilang seorang perdana menteri Israel harus seorang yang suci? Rakyat Israel menginginkan orang yang berpengalaman, bahkan jika orang itu biadab dan ceroboh, " kata Doron.
Hal serupa diungkapkan komentator politik kawakan dari Universitas Hebrew, Avraham Diskin. Menurutnya, dalam berpolitik rakyat Israel sekarang sudah lebih realistis. Realistis bahwa mereka membutuhkan pemimpin keras untuk menghadapi para pejuang Palestina dan negara-negara musuh Israel, semacam Iran. (ln/bbc)