Israel terbukti tidak pernah berniat untuk berdamai dengan Palestina. Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Kamis (17/1) melontarkan pernyataan provokatif bahwa Israel sedang "perang" dengan para pejuang Palestina di Jalur Ghaza.
Pernyataan Olmert itu, disusul dengan perintah Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak untuk menutup semua perbatasan antara Israel dan Jalur Ghaza.
"Perang sedang berlangsung di Selatan, setiap hari, setiap malam, " kata Olmert.
"Kita tidak bisa dan tidak akan mentolerir roket-roket yang diarahkan ke warga Israel… Oleh sebab itu kita akan teruskan operasi dengan gagah berani, dengan ketepatan maksimum sehingga kita menghancurkan mereka yang ingin menyerang kita, " sambung Olmert.
Dalam serangan Israel ke Jalur Ghaza Kamis kemarin, lima warga Palestina gugur. Sebelumnya, menurut keterangan Hamas, ketua Popular Resistance Commitees (PRC) Raed Abu al-Foul dan isterinya juga gugur akibat serangan pasukan Zionis. Merespon gugurnya pimpinan mereka, PRC menyatakan akan makin mengintensifkan serangan roket ke wilayah Israel.
"Sudah terlambat bagi musuh untuk menghentikan roket-roket kami, kami punya ratusan roket yang siap ditembakkan ke pemukiman Zionis yang dekat dengan Jalur Ghaza, " tukas juru bicara PRC.
"Satu martir ke surga dan ribuan lainnya akan muncul untuk menembakkan roket-roket dan melawan Zionis, " tandasnya.
Sepanjang hari Kamis, sedikirnya 17 roket Qassam mendarat di kota Sderot, Israel. Sedangkan Rabu kemarin, Hamas menyatakan, para pejuangnya telah menembakkan sekitar 80 roket ke wilayah Israel. Selama tiga hari operasi militer Israel ke Jalur Ghaza, sedikitnya 25 warga Palestina gugur.
Menyusul serangan Israel ke Jalur Ghaza, secara tak terduga Hamas dan Fatah menunjukkan persatuannya. Kedua kelompok itu, dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas menyatakan hari berkabung selama tiga hari untuk menghormati para syuhada Palestina yang gugur di Ghaza.
Abbas juga menyampaikan ungkapan turut berduka cita atas gugurnya putera al-Zahar. Abbas kembali menegaskan bahwa Israel telah membantai rakyat Palestina. Sementara penasehat Abbas, Nabil Amer menyatakan bahwa Israel bertanggung jawab atas setiap tetes darah yang tumpah di Jalur Ghaza.
Di sisi lain, pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad menyatakan menghargai sikap Abbas yang menunjukkan keprihatinannya atas nasib rakyatnya di Ghaza. Ia menyerukan pada Fatah, bahwa inilah saatnya Hamas dan Fatah kembali ke meja perundingan.
"Saya menghargai langkah Presiden Abbas dan saya harap ini akan menjadi langkah awal untuk menjembatani jurang antara Hamas dan Fatah. Ini membuktikan bahwa kami masih bersaudara, setanah air dan sebangsa meski ada perbedaan pandangan politik, " ujar Hamad. (ln/aljz)