Pemimpin faksi Hamas mengunjungi Mesir untuk melakukan perundingan dengan fihak Mesir sebagai mediator yang akan mendorong rekonsiliasi dengan Fatah. Khaled Mesy’al meninggalkan Suriah, dan bertolak menuju Mesir untuk bertemu dengan pejabat intelijen Mesir, Jendral Omar Sulaiman, yang menjadi mediator perundingan itu.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memimpin Fatah juga berada di Cairo. Kunjungan itu juga memicu spekulasi mengenai kemungkinan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas yang juga kemungkinan termasuk pembebasan tentara Israel yang ditahan, Kopral Gilad Shalit.
Wartawan BBC Yolande Knell di Cairo menyatakan, Khaled Mesy’al tiba dengan delegasi tingkat tinggi Hamas untuk pertemuan dengan kepala intelijen Mesir, Omar Suleiman. Pertemuan itu menjelang berlangsungnya perundingan babak baru yang akan dimulai akhir bulan ini dengan gerakan Fatah mengenai pembentukan pemerintah persatuan Palestina.
Ada konsesus mengenai keharusan maju dengan opsi rekonsiliasi sebagai satu-satunya jalan yang tersedia bagi masa depan Palestina. Namun, selama ini fihak Israel dan Barat, yang menggunakan tangan-tangan pemerintahan Arab gagal menggusur Hamas, dan sekarang ingin mencoba mengkompromikan kembali kepentingan Israel dalam perundingan itu.
Khaled Meshaal, pemimpin Hamas
Hamas dan Fatah terlibat pertikaian ketika perpecahan berakhir dengan penguasaan Jalur Gaza oleh Hamas bulan Mei 2007. Para pejabat Mesir sudah lama menjadi mediator dan dalam beberapa pekan ini diplomat Jerman ikut dalam perundingan.
Mesy’al mengatakan dalam jumpa pers di Cairo, " Ada konsensus mengenai keharusan bergerak maju dengan pilihan rekonsiliasi sebagai satu-satunya jalan yang tersedia." Tapi,apakah nantinya akan terwujud adanya rekonsiliasi dan pemerintahan nasional itu? Karena, pasti akan ada ketidak samaan pandangan yang mendasar antara Hamas dan Fatah soal yang sangat pokok, yaitu mengenai pengakuan eksistensi Israel. Di mana selama ini Hamas tetap menolak mengakui Israel, sementara itu Fatah telah mengakui Israel.
Sementara itu, secara tegas Misy”al menyatakan, "Tidak ada pemilihan presiden dan legislatif dapat dilaksanakan kecuali dalam konteks kesepakatan dan rekonsiliasi dan penolakan setiap usulan itu untuk mengadakan pemilu akan mengakibatkan Gaza tidak ikut serta dan hanya terbatas pemilu di Tepi Barat," katanya. (m/bbc)