Militer Israel harus kehilangan 13 tentaranya dalam serangan gagah berani para pejuang Palestina di perbatasan Kerem Shalom, selatan Ghaza, Sabtu (19/4). Juru bicara militer Israel mengatakan, serangan itu merupakan serangan kebetulan, tapi serangan yang sudah direncanakan di tengah perayaan hari besar agama Yahudi.
Menurut militer Israel seperti dilansir surat kabar Yediot Aharonot, serangan berupa ledakan bom dan serangan dari dua orang bersenjata. "Para pelakunya mendekati perbatasan pada pagi dinihari, ketika suasana masih berkabut. Aksi ledakan bom seperti ditujukan untuk membuka peluang serangan yang lebih luas lagi, " kata jubir militer Israel.
Ia menyatakan, serangan ini lebih kompleks daripada insiden penculikan Gilad Shalit, prajurit Israel yang sampai kini masih berada dalam tawanan para pejuang Palestina.
Hamas mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. "Tiga kendaraan-buka satu-yang sudah dipasangi bom, diledakan di lokasi serangan, " kata jubir Hamas Abu Obaida
Sementara itu, beberapa jam sebelum serangan pejuang Palestina ke perbatasan, mantan presiden AS Jimmy Carter melakukan pembicaraan dengan Kepala Biro Politik Hamas Khalid Mishaal di Damaskus.
Tokoh senior Hamas Muhammad Nazzal mengungkapkan, pembicaraan berlangsung secara langsung dan saling terbuka, membahas sejumlah usulan-usulan. "Kami mengagumi Carter yang telah melakukan upaya ini, " kata Nazzal.
Menurut Nazzal, pembicaraan antara Carter dan Mishaal menyinggung soal upaya pembebasan prajurit Israel yang diculik, gencatan senjata dengan Israel dan tentang perbatasan-perbatasan di Ghaza. "Hamas siap membebaskan Gilad Shalit, tapi dengan harga yang harus dibayar, " ujar Nazzal.
Harga yang harus dibayar Israel adalah pembebasan ratusan warga Palestina yang berada di penjara-penjara Israel. Dalam pembicaraan itu, masih menurut Nazar, juga dibahas mengenai kompensasi dan mekanisme pembebasan Shalit. Sedangkan untuk gencatan senjata, pimpinan Hamas meminta gencatan senjata harus dilakukan dua arah. (ln/iol)