Pemilihan umum di Tepi Barat Palestina, pertama dalam enam tahun terakhir, hanya diikuti oleh sekitar separoh dari pemilih terdaftar, kata sejumlah pejabat resmi lembaga pemilihan umum setempat.
Hanya sekitar lima puluh lima persen pemilih memberikan suaranya dalam pemilu yang diboikot kelompok garis keras Hamas ini, namun pemilihan berjalan damai dan tenang.
Jalannya pemilihan masih diwarnai oleh perang dingin antara dua kubu utama politik Palestina: Hamas dan Fatah dimana pemilu tidak dilangsungkan di Gaza yang dikuasai Hamas.
Kubu Hamas menilai pemilu ini tak ada artinya karena mestinya baru digelar kalau Fatah dan Hamas sudah berdamai.
“Kami minta hal memalukan ini dihentikan,” kata juru bicara Hamas Fawzi Barhoum, seperti dikutip kantor berita AP.
Sebaliknya seorang penasehat senior pemimpin Fatah yang juga menjabat sebagai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Saeb Erekat, mengatakan Hamas Hamas tak bisa mem-veto hak rakyat berdemokrasi.
Pemilu ini dilangsungkan di tengah situasi kritis dimana kehidupan warga Palestina makin hari makin buruk akibat embargo ekonomi dan pendudukan Israel dan minimalnya keikutsertaan pemilih dipandang sebagai isyarat akan makin apatisnya rakyat Palestina terhadap politisi yang memimpin mereka.
Hal ini diperjelas dengan dukungan yang tidak bertambah besar untuk kelompok Fatah, dan bahkan di beberapa daerah dukungan diberikan pada calon anggota Dewan Kota yang menentang kandidat yang diajukan partai Presiden Abbas.(fq/bbc)