Sikap tegas pemerintahan bersatu Palestina patut dipuji. Mereka menyatakan menolak tawaran Tim Kwartet yang berjanji akan menyalurkan kembali bantuannya asalkan pemerintahan koalisi Palestina mau mengakui Israel dan menghentikan kekerasan.
Pada Rabu kemarin, Tim Kwartet yang terdiri dari Rusia, AS, PBB dan Uni Eropa kembali melontarkan tawaran itu pada pemerintahan baru Palestina. Dalam pernyataannya, mereka mengatakan, "Tim Kwartet berharap pemerintahan bersatu akan bertindak dengan penuh tanggung jawab, menunjukkan komitmen yang jelas dan meyakinkan terhadap prinsip-prinsip Tim Kwartet, serta mendukung upaya Presiden Abbas dalam mewujudkan solusi dua-negara bagi konflik Israel-Palestina. "
Tim Kwartet juga menyatakan bahwa penilaian terhadap pemerintahan baru Palestina, tergantung pada tindakan-tindakan mereka. "Dalam hal ini, komitmen pemerintahan baru akan dinilai tidak hanya berdasarkan pada komposisi dan program kerjanya, tapi juga tindakan mereka, " demikian bunyi pernyataan Tim Kwartet.
Dalam pernyataannya, Tim Kwartet berharap agar pemerintahan baru bersikap lunak untuk meminimalisir kekerasan di wilayah Palestina.
Juru bicara kepresidenan Nabil Abu Rudeina menanggapi dingin pernyataan Tim Kwartet. Ia menilai pernyataan Tim Kwartet itu sebagai "evolusi" posisi mereka (tim kwartet). Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana semua pihak, terutama Israel mematuhi kesepakatan Peta Jalan Damai.
"Kita harus segera bekerja melaksanakan isi kesepakatan Peta Jalan Damai dan inisiatif perdamaian negara-negara Arab, " kata Rudeina, Kamis (22/3).
Meski Tim Kwartet masih bersikap keras terhadap pemerintah Palestina, sejumlah negara di Eropa menyatakan siap memulihkan hubungannya dengan Palestina. Di antara negara-negara itu adalah Norwegia yang merupakan negara donor utama bagi Palestina. Norwegia sudah menegaskan untuk melanjutkan bantuan ekonominya pada Palestina.
Selain Norwegia, Prancis dan Belgia juga menyatakan akan menjalin hubungan kembali dengan para menteri kabinet pemerintahan bersatu Palestina. Sedangkan Uni Eropa, masih menunggu hasil pertemuan di Bremen untuk menentukan bagaimana mekanisme hubungan Uni Eropa dengan pemerintahan baru Palestina.
"Kami harus mengevaluasi dengan sangat hati-hati, bagaimana pemerintahan ini, bagaimana anggota-anggota kabinetnya, mungkin dalam beberapa hari atau beberapa minggu ini, " kata juru bicara Menlu Jerman, Martin Jaeger.(ln/aljz)