Presiden Palestina Mahmud Abbas mengkhianati proses dialog dengan Hamas yang masih berlangsung dengan mediasi Mesir, dengan mengesahkan susunan kabinet baru, Selasa (19/5). Abbas tetap memilih antek-antek Barat, Salam Fayyad sebagai perdana menteri yang akan memimpin 23 menteri dalam kabinet baru tersebut.
Pengambilan sumpah dilakukan di Ramallah, Tepi Barat. Dari susunan kabinet baru itu, 10 menteri berasal dari Fatah, selebihnya dari luar Fatah, tapi tak satu pun menteri dari Hamas. Riyad al-Maliki tetap menjabat sebagai menteri luar negeri dan empat kementerian termasuk kementerian pariwisata dan pendidikan dipimpin oleh menteri perempuan.
Abbas mengumumkan kabinet baru secara sepihak di tengah proses dialog dengan Hamas yang sampai putara kelima akhir pekan kemarin, belum mencapai kesepakatan final untuk membentuk pemerintahan bersatu di Palestina.
Pakar Arab-Israel di Ahram Foundation, Emad Gad pesimis melihat perkembangan proses rekonsiliasi antara Fatah-Hamas yang dimediasi oleh Mesir. Menurutnya, dialog itu hanya buang-buang waktu karena baik Fatah maupun Hamas tidak siap untuk saling berkompromi.
"Menurut perkiraan saya, dialog yang akan dilakukan hasilnya tetap akan menemui jalan buntu. Ketika ada dua pihak yang menolak untuk menyerahkan kekuatan politik atau independensinya, dialog tidak akan bisa memecahkan persoalan apapun," kata Gad pesimis.
Analis politik lainnya dari al-Ahram Center, Waheed Abdul Magid mengatakan, kegagalan untuk membentuk pemerintahan bersatu di Palestina akan merugikan Hamas. "Pertikaian itu akan menempatkan Hamas pada posisi yang sulit, jika dikaitkan dengan tanggung jawab Hamas untuk melakukan rekonstruksi di Gaza," kata Abdul Magid.
Magid menambahkan, Hamas juga akan beresiko kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana internasional untuk rekonstruksi Gaza, yang selama ini disalurkan ke pemerintahan Mahmud Abbas.
Hamas mengecam tindakan Abbas yang secara sepihak mengesahkan pemerintahan baru Palestina. Jubir Hamas, Fawzi Barhoum menyebut Abbas sudah melakukan sabotase atas proses dialog Hamas-Fatah yang masih berlangsung. Hamas menegaskan tidak mau mengakui pemerintahan baru bentukan Abbas.
"Formasi pemerintahan Abu Mazin (Abbas) di Tepi Barat akan memicu kekacauan politik, hukum dan legislatif. Tindakan Abbas merupakan sabotase terhadap proses dialog internal Palestina dan mengancam kelangsungan proses dialog yang dimediasi Kairo," tukas Barhoum.(ln/aby)