Pengadilan Israel memperpanjang penahanan pemimpin Gerakan Islam di dalam Jalur Hijau, Sheikh Raed Shalah, selama tiga hari, untuk menyelesaikan penyelidikan terhadapnya atas tuduhan hasutan terhadap kekerasan dan terorisme dan keanggotaan dalam sebuah organisasi terlarang.
Shalah, yang dijuluki “Syaikh al-Aqsa”, ditangkap oleh polisi Israel saat fajar kemarin di rumahnya di Umm al-Fahm. Dimana polisi dengan unit khusus menggerebek rumahnya dan menggeledahnya. Kemudian menangkapnya lalu membawanya ke Kejaksaan Umum (Shabak) untuk diinterogasi.
Di ruang sidang Rishon Letzion, Sheikh Shalah mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa pihak berwenang Israel menginvestigasi dia tentang pemahaman yang dia ajarkan di masjid-masjid, yang bersandar pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Shalah juga mengatakan bahwa penangkapannya datang dalam konteks “penolakan terus menerus dari bangsa Arab terhadap pemerintah zionis – Israel.”
Koresponden Al-Jazeera Elias Karam mengatakan bahwa pengadilan tersebut tidak menuduh Shalah, namun memerintahkan perpanjangan penahanannya untuk menyelesaikan penyelidikannya.
Mengenai reaksi Green Line, koresponden tersebut mengatakan bahwa para pemimpin Arab di Jalur Hijau percaya bahwa penangkapan Salah berada dalam kerangka mengkriminalisasi tindakan politik orang-orang Arab di dalam Garis Hijau.
Dia menambahkan bahwa para aktivis Arab di dalam Green Line sedang mengerjakan serangkaian langkah untuk memprotes penangkapan Sheikh.
Dalam konteks terkait, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengecam penangkapan Shalah, dan menganggap bahwa ini adalah dalih dalam rasisme pendudukan dan perang melawan simbol-simbol nasional dan Islam di dalam wilayah Palestina yang diduduki.
Hamas memperingatkan dalam sebuah pernyataan tentang rencana baru Israel yang menargetkan Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa dan mencoba menerapkan sebuah kebijakan baru untuk mengintimidasi pemimpin dari Gerakan – gerakan Islam. (Jzr/hr)