Perserikatan Bangsa-Bangsa-PBB mulai mengikuti langkah AS dan Uni Eropa untuk mengisolasi pemerintahan Palestina pimpinan Hamas. Selasa (11/4), PBB menghimbau badan-badan bantuannya untuk menghindari pertemuan dengan menteri-menteri kabinet Palestina.
Seorang pejabat PBB mengungkapkan, kontak-kontak akan dilanjutkan hanya pada tingkat untuk memastikan kelanjutan program-program kemanusiaan. Para pejabat lainnya mengatakan, badan-badan bantuan PBB hanya akan menjalin hubungan dengan para pejabat-pejabat di tingkat bawah dalam pemerintahan Palestina, bukan pada tingkat menteri atau pejabat seniornya.
PBB adalah anggota dari tim kuartet bersama Rusia, AS dan Uni Eropa sebagai mediator perundingan Palestina-Israel yang melahirkan kesepakatan rencana Peta Jalan Damai. Himbauan PBB agar membatasi kontak dengan kabinet Palestina menjadi angin segar bagi AS yang selama ini berusaha keras agar dunia mengisolasi pemerintahan Palestina pimpinan Hamas.
Pada kesempatan lain, Rusia dan Liga Arab mengecam keras penghentian bantuan langsung pemerintah Palestina.
"Kami yakin, menolak untuk membantu rakyat Palestina hanya karena memilih Hamas dan formasi pemerintahan yang diambil dari anggota Hamas adalah sebuah kesalahan," kata Menlu Rusia, Sergei Lavrov seperti dikutip kantor berita RIA-Novosti.
Ia menambahkan, yang terpenting adalah bekerja dan tidak mendeklarasikan boikot terhadap kabinet baru Palestina. "Hamas harus memenuhi persyaratan yang telah disepakati oleh para mediator tim kuartet, mengakui Israel dan duduk bersama di meja perundingan. Tapi untuk itu, sangat penting untuk bekerja sama dengan mereka," sambung Lavrov.
Liga Arab menyebut keputusan Uni Eropa untuk menghentikan bantuan pada pemerintah Palestina sebagai tindakan ‘tercela.’ "Keputusan ini tidak bisa diterima sama sekali. Ini keputusan aneh dan tercela.bahwa rakyat Palestina dihukum karena dianggap tidak demokratis dan dihukum karena melaksanakan demokrasi," kata Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab untuk urusan Palestina, Muhammad Sobeih pada para wartawan di Kairo.
Dalam pertemuan tingkat tinggi di Khartoum bulan Maret kemarin, Sekjen Liga Arab Amr Moussa mendesak negara-negara anggota Liga Arab untuk menegaskan komitmennya memberikan bantuan dana pada otoritas Palestina untuk membiayai pemerintahannya.
Standar Ganda Israel
Sementara itu dalam wawancara dengan jaringan televisi ABC, Selasa kemarin, Menlu Israel Tzipi Livni mengungkapkan, serangan warga Palestina terhadap pasukan Israel tidak bisa didefinisikan sebagai teroris.
"Seseorang yang berjuang melawan pasukan Israel adalah musuh dan kami akan membalasnya, tetapi saya meyakini bahwa hal itu tidak termasuk dalam definisi terorisme, jika targetnya adalah seorang tentara," kata Livni seperti dikutip AFP.
Selanjutnya, dalam wawancara dengan radio nasional Israel, Livni yang juga menjabat menteri kehakiman menyatakan, harus dibuat perbedaan antara warga Palestina yang menyerang tentara dengan yang menyerang warga sipil.
"Kita harus mengatakan pada dunia internasional bahwa teroris yang mengorbankan nyawa warga sipil adalah teroris dan kita tidak bisa membenarkan motif mereka," ujar Livni.
Seiring dengan pernyataan Menlu Israel itu, kekerasan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil di Palestina terus berlanjut. Selasa kemarin, warga Palestina mengantarkan jasad Hadil, bocah Palestina berusia 8 tahun ke pemakaman. Hadil Ghaber, gadis kecil Palestina itu tewas pada Senin (10/4) ketika bom yang ditembakan tentara Israel menghantam sebuah rumah di Beit Lahiya.
Sejak Jumat (6/4), 16 warga sipil Palestina tewas oleh serangan udara dan gempuran bom dari tank-tank Israel. Dalam operasi serangan ini, seorang bocah lelaki Palestina berusia 7 tahun tewas.
Menteri Pertahanan Israel Shaul Mofaz mengatakan, pasukannya akan terus mengintensifkan aksi pengeboman ke Gaza, meski korban yang berjatuhan adalah anak-anak Palestina.
Kepala bantuan PBB untuk pengungsi Palestina, John Ging mengungkapkan keprihatinannya atas situasi yang terjadi di Palestina, setelah ia melakukan peninjauan langsung ke sekolah-sekolah yang dikelola PBB di wilayah Gaza.
"Saya menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam. Kenyataan bahwa banyak warga tidak berdosa yang tewas sama sekali tidak bisa diterima. Saya mengunjungi sekolah-sekolah di Beit Hanun dan Beit Lahiya untuk melihat sendiri bagaimana anak-anak dalam bahaya dari ancaman pengeboman," papar Ging.
Dilain pihak, Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel adalah upaya agar rakyat Palestina menyerah dan bertekuk lutut.
"Aksi-aksi pengemboman di utara Jalur Gaza dan Khan Yunis adalah bagian dari upaya merongrong rakyat Palestina dari sisi ekonomi dan politik. Upaya ini dilakukan agar rakyat Palestina bertekuk lutut dan menumbangkan pemerintahan yang telah terpilih secara demokratis," ujar Haniya dalam rapat kabinet mingguan.
Haniya juga mengecam keputusan Uni Eropa dan AS yang menghentikan bantuannya pada otoritas Palestina. "Kita bisa melihat bahwa keputusan ini merupakan lampu hijau bagi Israel untuk terus melakukan agresinya dan sebagai hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina atas pilihan demokratisnya," tegas Haniya. (ln/iol)