Palestina Pada Blair: yang Kami Inginkan, Terwujudnya Negara Palestina Merdeka

Juru runding Palestina Saeb Erekat menegaskan bahwa yang penting dilakukan sekarang adalah membuat mekanisme untuk mewujudkan terbentuknya Negara Palestina yang merdeka. Erekat mengungkapkan hal tersebut mengomentari pertemuan antara Presiden Palestina Mahmud Abbas dengan utusan tim kwartet Tony Blair.

"Kami ingin menegaskan, kami tidak lagi berminat dengan pembicaraan-pembicaraan, deklarasi atau inisiatif-inisiatif. Kami hanya berminat untuk menentukan mekanisme supaya ide pembentukan Negara Palestina segera terwujud, " tandas Erekat.

Abbas dan Blair bertemu di Ramallah, Selasa (24/7). Abbas menyatakan, dalam pertemuan itu mereka membahas tentang perkembangan situasi terakhir di Palestina dan peran tim kwartet-AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa- dalam memajukan proses perdamaian di wilayah itu.

Blair menolak menjawab pertanyaan para wartawan usai bertemu Abbas. Namun setelah pertemuan dengan Presiden Israel Shimon Peres di Yerusalem, Blair mengatakan bahwa ia merasakan adanya kemungkinan dan kemungkinan itu bisa menjadi sesuatu yang harus dipikirkan dan dilakukan dalam waktu dekat.

Oleh tim kwartet, Blair ditugaskan untuk melakukan reformasi, membangun perekonomian dan membangun institusi-institusi di wilayah Palestina. Atas mandat yang diberikan pada Blair, Erekat mengatakan, "Masalah ekonomi dan pembentukan institusi-institusi adalah bagian dari proses diplomatik secara menyeluruh. "

"Oleh sebab itu, tidak boleh ada pembedaan antara situasi perekonomian dan dampak dari adanya tembok pemisah Israel serta pemukiman-pemukiman Yahudi terhadap kondisi ekonomi Palestina, " tukasnya.

Erekat kembali menegaskan, "Yang diperlukan adalah mekanisme untuk mewujudkan semua ide guna mencapai tujuan, yaitu mengakhiri penjajahan Israel dan mendirikan Negara Palestina yang merdeka dengan perbatasan-perbatasan yang berlaku pada tahun 1967. "

Dalam kunjungannya ke Israel, Blair juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni, Menteri Pertahanan Ehud Barak dan Wakil Perdana Menteri Haim Ramon. Di Palestina, Blair bertemu dengan PM Palestina yang ditunjuk Abbas, Salam Fayyad.

Mayoritas rakyat dan Palestina bersikap skeptis kunjungan Blair. Mereka menilai Blair bukanlah mediator yang jujur karena kedekatannya dengan Presiden AS George W. Bush dan terutama karena peranannya dalam perang di Irak. Mereka berpendapat bahwa Blair tidak akan mulus menjalankan misinya untuk Palestina. Hanya sedikit warga Palestina yang memberikan komentar positif tentang misi Blair.

Abdullah, mahasiswa berusia 25 tahun mengatakan, "Tony Blair bukan sahabat kami. Kami tidak percaya dengan orang ini, itulah sebabnya kami tidak mau menggantungkan harapan yang besar padanya. "

"Kalau dia benar-benar mau membantu rakyat Palestina, dia harus menekan Israel untuk menghapus semua pos-pos pemeriksanaan dan membebaskan para tawanan warga Palestina dari penjara-penjara Israel, " tandasnya.

Rekan Abdullah, Samer Abu Sabaha menyatakan bahwa Blair telah membuat "kesalahan besar" karena menolak berdialog dengan Hamas selama melakukan misinya. "Kami ingin melihat Blair bicara pada pemerintah kami yang sudah terpilih secara demokratis, " ujarnya.

Warga Palestina lainnya, Muhammad Siam mengatakan, Blair datang ke Palestina untuk memenuhi kepentingan Israel dan "tuan" nya, Bush. "Rakyat Palestina tidak akan memaafkan Inggris yang telah menyetujui Deklarasi Balfour yang telah menjanjikan Negara Yahudi di tanah Palestina, " tukasnya. (ln/arabnews/aljz)