Presiden Palestina Mahmud Abbas menolak proposal perdamaian Israel karena proposal itu tidak mencantumkan atau menyinggung tentang status Yerusalem yang akan menjadi ibukota negara Palestina.
Pernyataan itu disampaikan oleh Juru Bicara Abbas, Nabil Abu Rudainah, Selasa (12/8) seperti dikutip kantor berita WAFA. Rudainah mengatakan, proposal yang ditawarkan oleh PM Israel Ehud Olmert "kurang mengandung keseriusan" karena Olmert tidak menawarkan solusi atas status Yerusalem, kota Palestina yang sampai saat ini diklaim Israel sebagai bagian dari wilayahnya.
Dalam proposal tersebut, Israel hanya menyebutkan akan mengembalikan 92, 7 persen wilayah Tepi Barat yang saat ini berada di bawah penjajahan Israel pada Palestina, termasuk seluruh wilayah Jalur Ghaza. Israel juga menyatakan akan merealisasikan penyerahan itu, hanya jika pemerintahan Abbas mampu merebut kembali Jalur Ghaza yang saat ini dikuasai oleh Hamas.
Masih menurut proposal itu, sebagai kompensasi dari wilayah pendudukan Tepi Barat yang akan tetap dipertahankan Israel, Olmert menawarkan 5, 3 persen wilayah di kawasan gurun pasir yang akan menghubungkan Tepi Barat dan Jalur Ghaza.
Proposal perdamaian yang ditawarkan rezim Zionis ini sudah beredar sejak beberapa bulan yang lalu, namun versi lengkapnya baru dipublikasikan oleh surat kabar Israel Haaretz hari Selasa kemarin, dan langsung direspon Rudeinah bahwa otoritas Palestina menolak proposal itu.
"Proposal semacam itu tidak bisa diterima. Palestina hanya mau menerima sebuah negara Palestina dengan wilayahnya yang utuh, dan kota suci Yerusalem sebagai ibukotanya tanpa ada pemukiman Israel, berdasarkan perjanjian garis perbatasan tahun 1967, " tegas Rudeinah seraya menyebut proposal itu hanya "buang waktu." (ln/al-araby)