Otoritas Pemerintahan Palestina sejak hari Rabu (15/7) menyatakan menutup kantor perwakilan stasiun televisi Al-Jazeera di Tepi Barat dan menggugat secara hukum stasiun televisi yang berbasis di Qatar itu dengan tuduhan Al-Jazeera telah "menyebarkan fitnah dan berita bohong."
Langkah itu diambil otoritas Palestina sehari setelah Al-Jazeera menayangkan paket acara tentang gerakan perjuangan Palestina, PLO dan dalam acara itu, pejabat senior PLO Faruq Kaddumi menuding Presiden Palestina Mahmud Abbas berkolaborasi dengan Israel untuk membunuh pimpinan PLO Yasser Arafat pada tahun 2004.
Kebetulan, program acara itu ditayangkan menjelang Kongres Fatah yang sekarang dipimpin Fatah. Kongres yang akan digelar tanggal 4 Agustus besok merupakan kongres pertama yang dilakukan Fatah selama 20 tahun dan salah satu agenda kongres adalah pembaharuan dalam kepemimpinan Fatah.
Merespon pernyataan Kaddumi dalam program tersebut, kementerian informasi Palestina dalam pernyataannya mengatakan, "Al-Jazeera kerap menggunakan porsi siaran yang besar untuk memfitnah gerakan PLO dan otoritas Palestina. Sudah berulangkali Al-Jazeera diminta untuk berimbang dalam memberitakan isu-isu Palestina, tapi stasiun televisi itu tetap menghasut untuk menimbulkan kebencian terhadap PLO dan otoritas Palestina. Terakhir, berita bohong itu disiarkan kemarin."
Dalam pernyataannya, otoritas Palestina menegaskan bahwa pihaknya komitmen dengan kebebasan pers di Palestina. "Kami berharap media massa yang meliput di Palestina menjalankan tugasnya dengan cara yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Palestina dan kedaulatan hukum Palestina," demikian pernyataan otoritas Palestina.
Sementara itu, kantor pusat Al-Jazeera di Doha, Qatar dalam pernyataannya mengaku "heran" dengan sikap otoritas Palestina yang menjatuhkan sanksi pada Al-Jazeera, karena cerita yang diangkat Al-Jazeera juga ditayangkan sejumlah media lainnya.
Tudingan otoritas Palestina dibantah oleh Direktur Al-Jazeera di kota Ramallah, Tepi Barat, Walid Al-Omary. "Kami dengan tegas menolak tudingan-tudingan itu, kami menyesalkan keputusan otoritas Palestina yang telah melanggar kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di negara ini," tukas Al-Omary.
Keprihatinan atas tindakan otoritas Palestina terhadap Al-Jazeera juga disampaikan Asosiasi Pers Asing di Yerusalem. "Kami mendesak otoritas Palestina untuk mempertimbangkan kembali keputusannya dan segera mencari resolusi yang sejalan dengan komitmen otoritas Palestina terhadap kebebasan pers," bunyi pernyataan Asosiasi itu.
Kecaman serupa juga dilontarkan gerakan Hamas di Gaza. Hama menilai penutupan kantor Al-Jazeera adalah bukti pelanggaran yang dilakukan otoritas pemerintah di Ramallah terhadap media massa.
Hubungan antara otoritas Palestina dengan Al-Jazeera di Palestina jadi kurang harmonis sejak gerakan Hamas berhasil menguasai Jalur Gaza pada Juni 2007. Otoritas Palestina pimpinan Abbas menuding Al-Jazeera lebih berpihak pada Hamas dan sejak itu, reporter-reporter Al-Jazeera tidak boleh meliput di kantor kepresidenan Abbas. (ln/mol/IMEMC)