Architects and Planner for Justice in Palestine (APJP)-organisasi yang beranggotakan para perencana bangunan dan arsitek dari Inggris dan Israel mendesak agar rekan-rekan seprofesi mereka di Israel dan di belahan dunia mana saja untuk bersikap profesional.
Mereka juga meminta agar para arsitek di seluruh dunia, utamanya di Israel menghormati kode etik dan menolak proyek-proyek pembangunan di wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel.
Surat kabar terbitan Israel Haaretz edisi Senin (28/5) mengutip pernyataan APJP yang menyatakan, agar para arsitek dan para perencana bangunan di manapun menunjukkan kepedulian mereka terhadap ketidakadilan yang terjadi di wilayah pendudukan Israel di Palestina dan tidak ikut terlibat dalam proyek-proyek yang akan dibangun di wilayah itu, jika mereka tidak mau dituding ikut terlibat dalam penindasan dan penjajahan terhadap bangsa Palestina.
Dalam pernyataannya, APJP juga mengatakan bahwa wilayah Palestina saat ini sudah makin menyempit akibat dianeksasi oleh Israel.
"Peta Palestina makin menyusut, dari 97 persen pada tahun 1917 menjadi 44 persen pada tahun 1947. Sekarang, hanya 13 persen saja tanah Palestina yang diakui oleh Israel, lewat kebijakan-kebijakan ‘konvergensi’ nya yang sepihak. Wilayah yang kecil itu juga menjadi terpecah-pecah akibat rencana pembangunan dan gedung-gedung milik Israel, " demikian pernyataan APJP yang ditandatangani oleh 200 arsitek dan akademisi asal Inggris dan Israel.
APJP juga menyatakan, dengan menerima dan mengikuti tender dengan Israel untuk membangun pemukiman-pemukiman di wilayah pendudukan Palestina, para arsitek Israel dan arsitek dari negara manapun sama artinya telah menjadi partner dalam "penjajahan ekonomi, politik dan sosial" bangsa Palestina.
Masih dalam pernyataannya, APJP menulis, "Para arsitek dan perencana pembangunan, dengan sadar atau tidak, telah menjadi bagian dari situasi ini. Pemukiman-pemukiman Israel yang dibangun setelah perang tahun 1967 dan dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, tidak akan terwujud tanpa bantuan mereka (arsitek), "
Oleh sebab itu APJP meminta agar para arsitek di Israel dan di seluruh dunia, memegang teguh kode etik profesi mereka dan tidak menerima proyek-proyek yang melanggar etika profesi.
"Etika profesi, sejak lama menjadi kode etik dalam perencanaan dan arsitektur. Etika ini menuntut kita untuk melawan tindakan yang tidak benar, tidak berdiam diri atau terlibat di dalamnya, " tegas APJP.
APJP menambahkan, "Atas dasar itu, kami mendukung kampanye-kampanye untuk melawan tindakan-tindakan yang tidak profesional itu. "
APJP yang berbasis di London juga menegaskan bahwa proyek-proyek pembangunan Israel baik yang lama atau yang baru di wilayah Palestina, merupakan upaya Israel untuk menciptakan batas-batas sendiri bagi negara yang ingin dibangunnya sejak lama.
"Sejak 1947, Israel membangun kota-kota di atas reruntuhan desa-desa, rumah dan peninggalan bersejarah milik rakyat Palestina, yang keberadaannya dihapus dari peta oleh Israel, " demikian APJP.
"Kami menentang pembangunan proyek-proyek seperti pemukiman-pemukiman ilegal, pos-pos pemeriksaan, jalan-jalan yang hanya diperuntukkan bagi para pemukim Yahudi dan yang lebih penting adalah kami menentang pembangunan dinding pemisah, " tegas APJP.
APJP adalah salah satu kelompok penekan yang menentang penjajahan Israel di atas tanah Palestina. Dua tahun yang lalu, organisasi ini menggelar kampanye boikot terhadap arsitek Israel yang ambil bagian dalam pembangunan pemukiman-pemukiman Yahudi. (ln/iol)