PM Israel Ehud Olmert mengeluarkan jurus serupa dengan Palestina. Bila rakyat Palestina menuntut legitimasi atas pengakuan bagi negara Palestina yang berdaulat, Israel pun seperti itu.
Menurut Olmert, “Pembicaraan tentang berdirinya negara Palestina harus dilandasi dengan pengakuan terhadap negara Israel sebagai “negara bagi bangsaYahudi”. Itulah syarat baru Israel yang akan diajukan di meja perundingan Annapolis kepada Palestina.
Sejumlah pemimpin Palestina menolak mentah-mentah permintaan Olmert itu. Dan masalah ini kemungkinan justru menjadi sandungan besar bagi upaya menjalin kepercayaan antara Palestina dan Israel, menjelang diselenggarakannya konferensi perundingan Timur Tengah yang dipelopori AS, bulan ini.
Sebagian pihak Palestina menganggap konferensi internasional di Annapolis Maryland itu adalah awal pembicaraan berdirinya negara Palestina, sekaligus mencari titik temu terhadap masalah krusial selama ini, semisal perbatasan, status Jerussalem, dan nasib jutaan pengungsi Palestina. Tapi Ehud Olmert mengatakan pihaknya telah menyampaikan pada Javier Solana, koordinator politik luar negeri Uni Eropa, bahwa Israel akan tetap menuntut “landasan perundingan dengan Palestina di Annapolis adalah pengakuan atas negara Israel sebagai negara bagi bangsa Yahudi. ”
Hal ini kemudian diperselisihkan oleh tim perunding Palestina yang diwakili oleh Shaeb Arekat. Ia mengatakan rakyat Palestina takkan menerima pengakuan Israel sebagai negara Yahudi. Karena pengertian itu sudah pasti berarti penolakan terhadap kembalinya jutaan pengungsi Palestina ke tanah airnya. (na-str/iol)