Menteri luar negeri negara-negara Arab memastikan kembali bahwa mereka tidak akan menghentikan bantuan untuk otoritas Palestina seperti yang diminta oleh negara-negara Barat. Meski demikian, menlu negara-negara Arab menyatakan bahwa mereka belum menawarkan bantuan tambahan selain bantuan yang selama ini mereka berikan.
Hal tersebut ditegaskan oleh menlu negara-negara Arab dalam pertemuan di Khartoum, ibukota Sudah menjelang pertemuan tingkat tinggi negara-negara Arab yang akan berlangsung minggu ini. Menlu negara-negara Arab memastikan untuk memberikan bantuan pada otoritas Palestina sebesar 50 juta dollar AS dan masih terbuka kemungkinan untuk menambah bantuan tersebut di kemudian hari.
Pada kesempatan itu, mereka juga menolak rencana Ehud Olmert, pejabat perdana menteri Israel yang akan menentukan perbatasan secara sepihak tanpa melibatkan pemerintahan Hamas.
Resolusi yang disepakati oleh menlu negara-negara Arab dalam pertemuan di Khartoum antara lain berbunyi: "Dewan menteri menyerukan komunitas internasional untuk melanjutkan pemberian bantuan finansial dan ekonomi untuk otoritas Palestina."
Selain itu disebutkan, mereka juga menolak dalih ancaman penghentian bantuan dan menekankan dampak yang membahayakan yang akan terjadi pada perekonomian dan kehidupan sosial rakyat Palestina serta stabilitas dan keamanan di wilayah itu.
Otoritas Palestina tidak mengikutsertakan satupun anggota Hamas dalam delegasi Palestina di pertemuan Khartoum tersebut. Meski tanpa kehadiran perwakilan dari Hamas, menlu negara-negara Arab menegaskan komitmennya untuk membuka hubungan dengan Israel, asalkan Israel mundur ke perbatasan seperti yang disebutkan dalam kesepakatan tahun 1967, yang sampai detik ini ditolak Israel.
Sikap Arab terhadap Persoalan Irak dan Sudan
Selain menegaskan komitmen mereka memberikan bantuan pada otoritas Palestina, pertemuan menlu negara-negara Arab di Khartoum juga membahas tentang persoalan di Irak dan Sudan. Menlu negara-negara Arab berjanji bahwa pemerintah negaranya akan segera membuka kembali perwakilan diplomatik mereka di Baghdad, sepanjang pemerintah Irak memberikan jaminan perlindungan yang memadai.
Saat ini, memang hanya beberapa negara Arab saja yang tetap mempertahankan misi diplomatik mereka di Irak. Kebanyakan dari mereka khawatir akan ancaman pembunuhan atau penculikan yang dilakukan oleh kelompok pejuang di Irak sebagai protes terhadap negara-negara Arab yang dianggap mengakui pendudukan AS di Irak.
Terkait masalah Sudan, negara-negara Arab menyatakan menolak untuk mengesahkan rencana pengerahan pasukan PBB di wilayah Darfur, Sudn tanpa persetujuan dari pemerintahan Khartoum.
Sementara itu Dewan Keamanan PBB dalam voting hari Jumat pekan kemarin memutuskan untuk mempercepat rencana penempatan pasukan penjaga perdamaian di Darfur dan akan menggantikan misi Uni Afrika di wilayah itu.. Keputusan Dewan Keamanan PBB langsung mendapat restu AS sebagai langkah untuk menghentikan aksi kekerasan di Darfur.
Seperti diketahui, konflik di Darfur telah menyebabkan 300.000 rakyat negeri itu tewas dan diperkirakan sekitar 2,4 juta orang mengungsi.
Pemerintah Sudan menginginkan negara-negara Arab memberikan dukungan pada misi Uni Afrika agar tugas-tugas misi itu tidak diserahkan pada pasukan internasional. Dalam draft resolusi, negara-negara Arab didesak untuk memberikan bantuan finansial dan logistik bagi misi Uni Afrika agar misi itu bisa melanjutkan tugasnya di Darfur, sehingga krisi di Darfur diinternasionalisasi.
Pada 10 Maret lalu, disetujui perpanjangan misi pasukan dari Uni Afrika yang berjumlah sekitar 7.000 orang sampai 6 bulan kedepan. Pasukan Uni Afrika yang ditempatkan di Sudan sejak 2004 lalu itu, sebagian besar didanai oleh AS, Kanada dan Uni Eropa. (ln/aljz)