Rakyat Palestina menjalani bulan suci Ramadhan tahun ini, lagi-lagi dalam situasi yang memprihatinkan. Sebagian besar dari mereka masih mengandalkan bantuan makanan dari PBB, karena blokade ekonomi dan tekanan penjajah Israel yang terus menerus.
"Daging? Kamu kira dengan apa saya bisa membeli daging," ujar Ahmad Hassan Makdad, ketika ditanya menu makanan apa yang akan tersedia di rumahnya selama bulan puasa.
Ahmad bersama-sama dengan warga Palestina lainnya, sedang mengantri pemberian jatah makanan dari badan bantuan PBB untuk Palestina-UNWRA yang terdiri dari tepung, minyak, gula dan beras di kamp pengungsi Jabaliya.
Selama enam bulan belakangan ini, Jalur Gaza mengalami krisis pangan, krisis terburuk selama 13 tahun terakhir, akibat embargo ekonomi yang dilakukan AS serta sekutunya pada pemerintahan Hamas.
Sebagai orang Palestina, Ahmed kini tidak lagi bisa menjaga tradisi saling mengunjungi kerabat dan sahabat selama ramadan karena tidak punya cukup uang.
"Menurut tradisi, kami memberikan hadiah-hadiah, kue atau daging. Dari 10 kunjungan tahun ini, saya hanya akan bisa melakukan satu kunjungan saja," tutur Ahmad, ayah delapan anak berusia 57 tahun itu.
Akibat embargo bantuan terhadap Palestina, puluhan ribu pegawai negeri di negeri itu sejak bulan Februari lalu tidak menerima gaji secara penuh. Kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas kehidupan sekitar satu juta rakyat Palestina, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat.
Disisi kantor UNWRA, seorang ibu sedang membantu anak lelakinya mengangkut sekitar enam kilo tepung ke gerobak yang ditarik oleh seekor keledai.
"Saya pikir, Ramadhan ini akan menjadi yang paling sulit dalam kehidupan saya," keluh Umi Nassim. Kedua tangannya yang berlumuran tepung terkulai lemas, sebagai tanda ketidakberdayaannya.
"Inikah kehidupan? Kami bergantung pada bantuan asing," tukas Samir Al-Qatari, seorang sopir taxi dengan nada marah.
"Seluruh dunia bersekongkol untuk menciptakan penderitaan bagi rakyat Palestina, AS, Eropa dan negara-negara Arab. Khususnya negara-negara Arab," keluh Al-Qatari.
Sejak bulan Maret, UNWRA menambah sekitar 100 ribu orang di Jalur Gaza, dalam daftar mereka yang akan mendapatkan bantuan makanan. Menurut badan PBB itu, 60 persen penduduk Gaza atau sekitar 830 ribu orang, menerima bantuan makanan dari PBB.
"Situasinya suram. Lihatlah semua anak-anak di sini. Anda pikir mereka mau datang kesini jika mereka punya pekerjaan?" tanya Ahmad putus asa.
Di tempat lain, Umi Ossam menjual paket makanan yang diterimanya dari UNWRA pada sesama warga Palestina yang tidak masuk klasifikasi pengungsi dan tidak masuk katagori penerima bantuan PBB.
"Saya menjual satu bungkus tepung untuk membeli kebutuhan lainnya. Sekarang ini tahun ajaran baru dan anak-anak saya butuh buku-buku dan pena," ujar Umi Ossam.
"Tidak akan ada perayaan idul fitri tahun ini," sambungnya getir sambil tawar menawar dengan pembeli tepungnya. (ln/iol)