Tekanan dunia internasional yang mengingatkan akan munculnya krisis kemanusiaan di Palestina akibat pemutusan bantuan oleh AS, Eropa termasuk Israel, akhirnya membuat negara Zionis itu menyerah.
Israel menyatakan setuju untuk memberikan jutaan dollar dana hak warga Palestina yang selama ini dibekukannya. Israel juga menyatakan bersedia melonggarkan berbagai pembatasan yang dilakukannya terhadap aliran barang-barang kebutuhan antara Israel di Jalur Gaza. Demikian informasi yang didapat dari para pejabat di Israel seperti dilansir Associated Press.
Di sisi lain, para pejabat di Israel itu tetap meminta pada faksi Hamas dan Fatah agar membuat platform bersama untuk pembentukan negara Palestina yang berdampingan dan mengakui eksistensi Israel.
Belum diketahui apakah Hamas akan mendukung seruan itu. Selama ini Hamas tetap bertahan dari tuntutan dunia internasional yang memintanya menghentikan kekerasan, mengakui Israel dan menerima kesepakatan damai.
Israel menghentikan mengiriman dana bulanan sebesar 55 juta dollar pada Palestina, setelah Hamas memenangkan pemilu parlemen bulan Januari kemarin. Dana tersebut berasal dari pendapatan pajak dan cukai yang dikumpulkan Israel tiap bulannya atas nama Palestina.
Pemutusan bantuan dana tersebut, serta bantuan lainnya dari Washington dan Uni Eropa menyebabkan krisis keuangan bagi pemerintahan Hamas, sehingga Hamas tidak bisa membayar gaji pegawai negerinya selama dua bulan belakangan ini.
Tabungan warga Palestina makin menipis, barang-barang kebutuhan terpaksa dijual atau dibeli dengan cara kredit, pom-pom bensin tidak memiliki persediaan bahan bakar lagi dan guru-guru sekolah mulai mogok kerja menuntut gajinya dibayar.
Israel nampaknya ingin mengikuti melunaknya sikap Barat yang menyatakan akan menyalurkan kembali bantuan dana untuk rakyat Palestina. Dalam siaran di televisi Channel 10, Menlu Israel Tzipi Livni menyatakan bahwa Israel juga ingin mencabut pembekuan dana hasil pajak dan cukai ‘untuk kebutuhan kemanusiaan seperti obat-obatan dan kebutuhan kesehatan.’ Ia tidak setuju kalau dana-dana itu digunakan untuk membayar pegawai pemerintahan Palestina. Sejauh ini, belum ada penjelasan lebih lanjut kapan dan berapa dana yang akan salurkan kembali ke rakyat Palestina.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Amir Peretz mengatakan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan pembatasan-pembatasan yang ketat atas aliran barang-barang kebutuhan antara Israel dan Gaza, seperti yang diminta oleh para mediator internasional.
Beberapa tahun belakangan ini, Israel menutup perbatasan Karni yang menjadi pintu gerbang lalu lintas ekonomi antara Israel-Palestina. Israel menutup perbatasan itu dengan alasan keamanan, sedangkan Palestina menuding tidakan Israel itu hukuman bagi rakyat Palestina yang telah memilih Hamas.
Aksi Protes
Di tempat berbeda, tepatnya di depan kantor perwakilan PBB di kota Gaza, sekitar 40 siswa sekolah mendirikan tenda untuk memprotes embargo ekonomi yang dilakukan Barat, Uni Eropa dan Israel. Sebagian siswa itu tidak mengenakan baju dan berdiri di atas bendara AS dan Israel, dua negara yang terus menerus memiskinkan rakyat Palestina.
"Dunia harus bertindak untuk mengakhiri hukuman yang dilakukan secara kolektif ini," kata Raouf Barbakh, yang mengorganisir aksi protes tersebut.
Pada hari Rabu (10/5) kemarin, tokoh-tokoh senior Palestina yang masih berada dalam penjara Israel menyerahkan dokumen Fatah-Hamas pada Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Abbas menyatakan mendukung draft dokumen itu yang juga memberikan wewenang padanya untuk melakukan pembicaraan damai dengan Israel. "Saya mengadopsi posisi para pahlawan itu," kata Abbas merujuk para tahanan Palestina di penjara Israel.
Pihak Hamas belum memberikan komentar atas dokumen tersebut. Anggota legislatif Hamas, Salah Bardawil mengatakan belum melihat isi dokumen itu, namun pandangan-pandangan anggota Hamas yang berada di penjara-penjara Israel dinilainya cukup penting. (ln/HeraldTribune)