Reaksi beragam mulai bermunculan di Palestina terkait wacana ‘dua-negara’ yang dilontarkan oleh Menlu Palestina Mahmoud Al-Zahar. Seorang diplomat senior Palestina di PBB pada Selasa (4/4) kemarin mengungkapkan bahwa Zahar telah berkirim surat pada Sekjen PBB Kofi Annan yang isinya tentang referensi ‘dua-negara’ sebagai solusi konflik dengan Israel.
Dalam suratnya, seperti dikutip AFP, Zahar mengatakan bhawa pemerintahan Palestina yang baru pimpinan Hamas berupaya mendapatkan kebebasan dan kemerdekaannya, berdampingan dengan wilayah-wilayah tetangganya.
"Kami menantikan untuk hidup dalam damai dan aman, dan rakyat kami menjalani kehidupan yang layak dalam situasi yang bebas dan merdeka, bersisian dengan wilayah-wilayah tetangga kami di belahan dunia ini," demikian isi surat itu.
Namun pada Rabu (5/4) Al-Zahar membantah sudah memberikan referensi solusi ‘dua-negara’ dalam suratnya ke Kofi Annan. "Kalimat semacam itu tidak digunakan dalam surat itu," katanya seperti dikutip Reuters.
Kementerian Luar Negeri Palestina membenarkan surat yang dikirim ke Annan tapi tidak menyebut-nyebut kalimat ‘solusi dua-negara’ atau ‘berdampingan dengan wilayah-wilayah kami.’
Pada BBC, Al-Zahar mengatakan, referensi semacam itu dimasukkan sebagai akibat dari kesalahan birokrasi oleh seorang koleganya yang mengirimkan surat itu. "Saya sudah mengatakan padanya untuk membatalkan surat itu, tapi tidak mereka lakukan. Itu adalah sebuah kesalahan," katanya.
Faksi pejuang Hamas berulang kali menyatakan menolak seruan untuk mengakui Israel. Mereka beranggapan melakukan pembicaraan dengan Israel hanya membuang waktu saja. Sementara itu, pemerintah Israel juga menolak untuk berhubungan dengan pemerintahan Palestina pimpinan Hamas, kecuali Hamas mau mengakui Israel, mematuhi kesepakatan yang sudah ada dan tidak melakukan apa yang mereka sebut ‘kekerasan.’
Israel sendiri menanggapi dingin isu ‘dua-negara’ itu dan menuding Hamas sedang ‘main-main’. "Dalam surat ini, menteri luar negeri Palestina bicara tentang kerjasama dan perdamaian di wilayah ini, tapi sayangnya dia bicara wilayah tanpa menyertakan Israel," kata juru bicara kementerian luar negeri Israel Mark Regev pada AFP.
Simon Peres, tokoh utama Partai Kadima mengatakan, tipis harapannya untuk membicarakan perdamaian dengan Hamas. "Kami lebih suka peta jalan damai yang telah disekapakati oleh seluruh dunia, termasuk negara-negara Arab," katanya.
Formula dua-negara, merupakan visi rencana perdamaian yang diterima secara internasional seperti yang terdapat dalam peta jalan damai, di mana akan dibentuk dua negara independen yang akan hidup berdampingan dengan damai yaitu negara Palestina dan negara Israel.
Juru bicara blok Hamas di Dewan Legislatif Palestina, Salah Al-Bardaweil membantah laporan tentang solusi ‘dua-negara’ yang disebut-sebut Zahar dalam suratnya pada Sekjen PBB. "Hak-hak kami tidak bisa dihilangkan begitu saja dalam waktu yang singkat," ujarnya pada televisi Al-Arabiya. Ia bahkan mengecam negara-negara Barat yang menyerukan agar Palestina mengakui Israel.
"Bagaimana kami mengakui Israel yang tidak memiliki perbatasan yang diakui?" sambungnya.
Sementara itu Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya pada Rabu (5/4) menyatakan akan mempelajari setiap tawaran politik untuk bernegosiasi dengan Israel.
"Ketika masalahnya sampai pada negosiasi politik, maka kan menimbulkan masalah karena terkait dengan masalah visi politik. Kami sedang menunggu apa yang akan diusulkan pada kami, kami akan mempelajarinya dan memutuskan bagaimana posisi kami," kata Haniya seperti dikutip AFP, usai memimpin sidang pertama kabinetnya sejak kabinet Palestina terbentuk.
Pada kesempatan itu Haniya juga menyatakan bahwa dirinya memberikan keleluasaan bagi para menterinya untuk menjalin ‘kontak’ dengan dengan Israel sepanjang terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari rakyat Palestina.
"Tidak ada larangan menteri-menteri melakukan kontak dengan Israel untuk membicarakan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, bisnis dan ekonomi," katanya. (ln/iol)