Pejabat Fatah Ahmad Qureia (Abu Ala) menuduh Israel telah mengabaikan untuk menghormati kewajibannya agar membekukan pembangunan di Tepi Barat dan timur Yerusalem, dan mengatakan pelanggaran tersebut akan menghentikan pembicaraan damai sebelum dimulai.
Qureia mengatakan pada hari Minggu kemarin (11/7) dalam sebuah forum yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah "bom waktu", dan menyalahkan perdana menteri Israel untuk masalah ini.
"Netanyahu hanya memacu perluasan permukiman, pembekuan pembangunan bahkan tidak ia dilakukan. Dia terus membuat ‘aksi’ di Yerusalem: Setiap hari ada banguanan yang dibangun atau dihancurkan, dan Nir Barkat bekerja sama dengan dia," katanya .
"Orang-orang Palestina marah atas semua ini. Meskipun saya saat ini belum membuat keputusan, saya tahu kepemimpinan Palestina tidak dapat duduk untuk berbicara sebelum pembangunan di permukiman ilegal Yahudi dihentikan."
Pejabat Fatah ini menambahkan bahwa bahkan pembicaraan tidak langsung berada di luar pertanyaan selama masih ada pembangunan pemukiman ilegal.
"Saya tidak melihat perbedaan antara pembicaraan langsung dan tidak langsung. Esensi pembicaraan adalah lebih penting daripada prosedur. Tapi apa yang dilakukan Israel secara sepihak tidak dapat diterima bagi siapa pun," katanya.
Qureia mencontohkan adanya pembebasan baru dan deportasi dari anggota Hamas Muhammad Hassan Abu Tir dari Yerusalem. "Ini adalah hal-hal yang mempengaruhi kepercayaan di kedua belah pihak. Kami sedang melakukan negosiasi dengan Israel, dan tidak secara terpisah dengan masing-masing perdana menteri yang memiliki agenda sendiri. Jika Israel tidak mengadopsi kebijakan permanen, tidak akan ada pembicaraan damai," katanya.(fq/ynet)