"Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah memberi kesempatan yang saya harapkan terwujud sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya merindukan Gaza dan warganya. Aku merasa telah lahir kembali begitu memasuki Jalur Gaza. Wangi jihad dan perlawanan keluar dari seluruh penjuru Jalur Gaza. Begitu saya tiba (di Jalur Gaza ) saya merasakan berada di benteng besar Islam."
Dengan kata-kata tersebut beberapa anggota konvoi kemanusiaan "Lifeline 3" yang masuk Jalur Gaza pada hari Rabu (6/1) melalui gerbang penyeberanga Rafah, mengungkapkan kegembiraan mereka meskipun ada sakit dan penderitaan yang mereka rasakan setelah kedatangan konvoi mereka terlambat selama berminggu-minggu.
Seperti yang dialami Haji Ismail Nashwan. Anggota konvoi tua asal Yordania ini sudah berusia lebih dari 80 tahun. Lelaki tua ini menengok ke kiri dan ke kanan, seakan tidak percaya bahwa kedua kakinya telah menginjak tanah Gaza setelah menunggu lebih dari setengah abad lamanya untuk bisa masuk Gaza .
Setelah sujud syukur kepada Allah, Nashwan berkata, "Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah memberi kesempatan yang saya harapkan terwujud sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya merindukan Gaza dan warganya. Aku di sini untuk memberitahu mereka bahwa semua orang Yordania bersama mereka dan mendukung mereka. Rakyat Yordania akan melakukan yang terbaik untuk membebaskan blokade terhadap Gaza ."
Dia menjelaskan, selalu mengikuti perkembangan yang terjadi di Jalur Gaza siang dan malam, sementara hatinya terbakar rasa sakit menyaksikan kejahatan dan pembantaian yang dilakukan oleh mesin-mesin perang Zionis Israel .
Dengan kegembiraan yang membuncah, Nashwan melanjutkan penuturannya, "Saya merasa telah lahir kembali begitu memasuki Jalur Gaza. Ketika saya mencium wangi Gaza , saya merasakan hasrat yang menggelora tinggi memenuhi seluruh diri saya, sedang kegembiraan dan kebanggaan membanjiriku."
Benteng Islam
Beberapa meter dari tempat duduk Nashwan, sedang berdiri anggota konvoi lain bernama Otsman Oscan Tadtabelio. Lelaki asal Turki ini berusia lebih dari 70 tahun. Dia merenungi wajah-wajah warga Palestina dan senyum yang tak lepas dari raut mukanya.
Dengan suara yang kuat dia menegaskan bahwa Palestina adalah bagian dari tanah airnya. "Setiap kali saya mendengar nama Gaza atau Palestina saya teringat kemuliaan Daulah Otsmaniyah dan Sultan Abdul Hamid yang menolak untuk menyerahkan setiap butir tanah Palestina," ungkapnya.
Dia menambahkan, "Kami selalu mengikuti perang yang terjadi, sementara kesedihan dan rasa sakit menyayat hati kami. Kesedihan tergambar di wajah anak-anak kami dan cucu-cucu kami. Kami berharap bisa datang (ke Gaza ) untuk menyembuhkan luka mereka dan membiarkan mereka merasa bahwa kami bersama mereka serta tidak meninggalkan mereka."
Lidahnya tidak berhenti memuji dan bersyukur kepada Allah kemudian mengatakan, "Begitu saya tiba (di Gaza), saya merasa berada di benteng besar Islam dan saya bersyukur sekali kepada Allah, karena Dia telah memberikan saya kesempatan untuk melihat warga Gaza yang selalu bersiapa dan teguh mempertahankan tanah mereka."
Semerbak wangi Jihad
Nidzam Ramzi (48 tahun), lelaki asal Turki dan salah satu anggota rombongan konvoi kemanusiaan “Lifeline 3”, menyatakan keterkejutannya pada apa yang dilihatnya di Gaza . "Ini adalah pertama kalinya saya mengunjungi Gaza . Saya berharap ini bukan yang terakhir. Aroma wangi jihad dan perlawanan semerbak keluar dari berbagai penjuru ( Gaza ),” katanya.
Matanya terus memperhatikan lokasi di sekelilingnya seraya melanjutkan penuturannya, "Saya pikir Gaza adalah hanyalah sebuah desa kecil yang tidak memiliki fitur-fitur peradaban atau bangunan-bangunan tinggi. Namun saya saya dikejutkan oleh sepirit madani, peradaban dan system di dalamnya." Dia menambahkan, "Di sini ada sistem dan penataan yang telah banyak hilang dari kota-kota dan ibukota-ibukota Arab."
"Akhirnya mimpi saya terealisasi. Kedua kaki saya menginjak tanah Gaza yang heroik. Kami telah berhasil mengatasi semua krisis dan kendala yang kami hadapi di sepanjang perjalanan (menuju Gaza ). Apara keamanan Mesir telah menyerang kami, menghina kami dan menghalangi sebagian besar truk dan bantuan kemanusiaan yang telah kami bawa untuk masuk ke Gaza sedang kami hanya bisa menonton. Kami telah bersabar menanggung semua kesulitan dan siap untuk menanggung beban dan kesulitan yang lebih banyak demi Gaza ," tambahnya.
Dan dengan penuh semangat dia melanjutkan penuturannya, "Ketika saya kembali ke Turki, saya akan menjadi duta besar untuk Jalur Gaza di sana . Saya akan sampaikan kepada mereka wajah-wajah penderitaan dan semua kesulitan yang dialami (warga) Jalur Gaza. Saya akan menjelaskan pada mereka kondisi rumah-rumah (warga) Gaza yang hancur, keluarga-keluarga yang berduka, tenda-tenda penampungan yang didirikan di tanah Gaza sejak setahun yang lalu. Saya akan menceritakan kepada mereka tentang keteguhan, kemuliaan, kehangatan dan cinta warga Gaza kepada rakyat Turki.”
Dia melanjutkan, "Saya tidak akan berhenti dan mencukupkan diri hanya dengan kunjungan singkat ini.. Namun saya akan datang lagi dan lagi dengan konvoi-konvoi baru dan bantuan-bantuan lebih banyak lagi. Saya akan datang ke sini bersama istri dan anak-anak saya. Saya akan mendorong rakyat Turki untuk menyiapkan konvoi-konvoi bantuan sampai kami bisa membebaskan blokade dari warga Gaza dan meringankan penderitaan mereka, walau hanya dengan sedikit (bantuan)."
Awal Pembebasan
Sedangkan Dr. Mohammed Mushalaha, salah seorang pemimpin konvoi “lifeline 3”, menilai bahwa kunjungannya Gaza ini adalah awal kembalinya semua orang Palestina dan pembebasan tanah Palestina dari para perampas.
Dia mengatakan, "Aku tidak bisa menggambarkan perasaan saya ketika saya memasuki kota ( Gaza ). Sejak 20 tahun saya tidak bisa memasuki bagian manapun dari negeri saya Palestina. Saya anggap ini adalah awal kembali yang nyata."
Mushalaha menegaskan, “Konvoi kemanusiaan ini mampu menghadapi semua rintangan, melawan semua kesulitan dan mengatasi semua hal yang menghalangi kami untuk memberikan kontribusi menghancurkan blokade terhadap penduduk Gaza.” Dia menambahkan, "Konvoi ini telah mempu menyingkap semua konspirator dan mereka yang berpartisipasi dalam memblokade Gaza . Meskipun kami tahu besarnya tekanan yang akan dialami konvoi, namun kami tetap teguh bertekad untuk masuk Jalur Gaza, apa pun harganya."
Mushalaha mengungkapkan adanya persiapan konvoi keempat yang berisi dari berbagai kelompok usia antara 16-82 tahun, dari berbgai kebangsaan dan negara yang berbeda. Konvoi kemanusiaan “Lifeline 3” tiba di Jalur Gaza hari Rabu (6/1) melalui penyeberangan perbatasan Rafah, setelah melakukan perjalanan berdarah. Dalam konvoi ini ada sejumlah tokoh terkemuka, organisasi, anggota parlemen dan banyak aktivis solidaritas Turki, Arab dan asing. Konvoi ini membawa 250 truk muatan, kendaraan penumpang dan mobil-mobil ambulans yang membawa bantuan kemanusiaan, medis, dan makanan. (iol-pic,wrs/fn)