Tindakan Israel membangun tembok pemisah, membuat pos-pos pemeriksaan dan blok-blok jalan yang hanya boleh dilintasi warga Israel di kawasan Tepi Barat, telah menyebabkan perekonomian Palestina terpuruk. Hal ini terungkap dalam laporan kantor United Nations Special Coordinator (UNSCO) yang ditulis oleh Francine Pickup.
Pickup dalam laporan itu mengatakan, tingkat kemiskinan dan pengangguran di Tepi Barat diperkirakan akan makin meningkat karena Israel menolak akses pekerjaan bagi rakyat Palestina.
"Riset kami memusatkan perhatian pada tingginya ketergantungan Tepi Barat terhadap pasar Israel, baik dari segi lapangan pekerjaan maupun barang-barang kebutuhan. Kondisi ini menyebabkan sulitnya melihat bagaimana perekonomian di utara Tepi Barat bisa bergairah dan terlepas dari ketergantungan ekonomi pada Israel. Ini memungkinkan makin meningkatnya kemiskinan dan pengangguran karena tidak ada alternatif pasar lain di Israel," papar Pickup.
Ribuan pekerja asal Palestina kehilangan pekerjaannya di wilayah utara Tepi Barat setelah mereka tidak diperkenankan masuk ke wilayah Israel dengan alasan keamanan. Laporan PBB itu menyebutkan, sepertiga populasi warga Palestina di Tepi Barat terpaksa jadi pengangguran karena penutupan dan pembangunan pagar pembatas oleh Israel.
Awal minggu ini, pejabat Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menegaskan Israel akan ‘memisahkan diri dari warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat.’ Israel menyatakan, pembangunan tembok pemisah di Tepi Barat yang panjangnya mencapai 700 km itu bertujuan untuk menghentikan serangan dari wilayah Palestina, mencegah terbentuknya negara Palestina yang utuh dan sebagai hukuman pada rakyat Palestina.
Mahkamah Internasional sudah mendesak Israel untuk menghancurkan tembok pemisah yang sudah mencaplok tanah-tanah milik rakyat Palestina dan meminta Israel memberikan kompensasi bagi rakyat Palestina. Namun seruan internasional itu tidak dipedulikan Israel.
Penduduk Kota Jenin Paling Terpukul
Laporan terbaru badan PBB, UNSCO menyatakan, tembok pemisah Israel merupakan instrumen terpenting yang menyebabkan sulitnya rakyat Palestina pulang dan pergi ke Israel untuk bekerja. Menurut Pickup, kota Jenin di Tepi Barat, menjadi kota yang paling terpukul dengan penutupan dan pembangunan tembok pemisah itu.
"Jenin adalah distrik yang sangat bergantung pada lapangan pekerjaan di Israel. Sebelum September 2000, 42 persen pekerja di wilayah itu bekerja di Israel. Sekarang jumlahnya tinggal 6 persen," katanya.
Kondisi serupa juga terjadi kota Nablus, yang sejatinya menjadi pusat perekonomian di Tepi Barat. Akibat isolasi oleh Israel, kegiatan bisnis berpindah ke pusat kota Ramallah. "Pusat ekonomi di sana sudah mati. Banyak kegiatan usaha yang bangkit kembali dan pindah ke Ramallah. Para buruh dari utara Tepi Barat juga pindah ke Ramallah, ini menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi di Tepi Barat," jelas Pickup.
Secara detil, laporan UNSCO menyebutkan bagaimana para pedagang di Tepi Barat, yang biasanya membawa barang dagangan mereka ke kota-kota terdekat yang didiami Arab Israel seperti Umm al-Fahm hanya dalam beberapa menit, kini harus membawa dagangan mereka dengan waktu hampir 6 jam karena harus berputar melalui pos pemeriksaan di Qalandiya dekat Ramallah.
Para pengusaha di Palestina sebenarnya sudah mengajukan protes. Pada Juni 2004, mereka menuding Israel sengaja melumpuhkan perekonomian Palestina yang sudah terpuruk dengan cara menutup jalur lalu lintas perdagangan ke Jalur Gaza.
Surat kabar The Washintong Post edisi 29 November lalu menyebutkan, pemukulan, penembakan, pelecehan dan penghinaan di depan anak-anak dan istri serta dihambatnya kehidupan rakyat Palestina merupakan contoh-contoh kecil betapa menyedihkannya penderitaan rakyat Palestina akibat adanya pos-pos pemeriksaan Israel. (ln/iol)