Versi pertama diajukan oleh anggota parlemen dari Yisrael Beytenu, Robert Ilatov dan Oded Forer. Mereka mengajukan amandenen UU 1961 Prevention of Public Disturbance untuk memasukan tempat beribadah juga.
Dalam pengajuan, mereka mengatakan sistem pengeras suara di masjid sangat mengganggu dan sering kali dalam volume tinggi. Sehingga sebaiknya dilarang sepanjang waktu.
Versi kedua diajukan oleh anggota parlemen Jewish Home, Yogev dan anggota Likud Yoav Kisch. Mereka meminta seluruh tempat ibadah tidak menggunakan sistem pengeras suara pada 11 malam hingga 7 pagi.
RUU ini menetapkan denda bagi pelanggar sekitar 2.700 dolar AS atau Rp 30 juta. Versi kedua lebih lunak karena komunitas Yahudi juga sering menggunakan pengeras suara untuk acara mereka. (Rol/Ram)