Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya, berbicara dengan Perdana Menteri Mesir, Esam Sharaf, melalui jaringan telepon, selama hampir satu jam Kamis malam, dan Haniya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Mesir atas tercapainya perjanjian rekonsiliasi dengan Fatah. Haniya juga menyerukan kepada Mesir membuka hubungan sejarah baru dengas Hamas.
Menurut Haniya, perjanjian itu mempunyai nilai yang sangat penting bagi masa depan Palestina, menuju bangsa merdeka yang berdaulat, dan melepaskan diri dari penjajahan Israel.
Perdana Menteri Menteri Esam Sharaf, menegaskan, bahwa Mesir akan ikut mewujudkan isi perjanjian antara Hamas dan Fatah. Perjanjian antara Hamas dan Fatah selama ini gagal, karena pemerintah Mesir selama berada di tangan Hosni Mubaraka tidak menginginkan adanya rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah. Karena rekonsiliasi itu hanya akan menjadi ancaman bagi Israel. Karena itu, reaksi yang sangat keras dari perjanjian itu adalah Israel. Bahkan Israel telah memutuskan menghentikan dana bantuan dari luar negeri yang lewat Israel bagi rakyat Palestina di Gaza.
Langkah penting lainnya, yang diambil pemerintah Mesir, melalui Menlu Mesir Al-Araby, menegaskan bahwa perbatasan antara Mesir dan Gaza akan dibuka secara permanent. Dengan yang diambilnya kebijakan oleh pemerintah Mesir itu, maka akan membuka blokade secara permanent yang dilakukan oleh Israel.
Langkah stategis pemerintah Mesir yang membuka perbatasan Rafah itu, selanjutnya akan berjalan secara bebas mobilitas rakyat Palestina dari Mesir ke Gaza dan sebaliknya dai Gaza ke Mesir. Dengan perubahan kebijakan ini, maka masa depan rakyat Gaza dapat terbebas dari segala penderitaan yang sudah mereka alami selama lebih dari empat tahun.
Kepala Staf Angkatan Darat Mesir Jenderal Safi Adnan menegaskan, Israel tidak berhasil mencampuri urusan dalam negeri Mesir. Mesir menolak tekanan Israel yang meminta membatalkan kebijakan yang membuka pintu Gerbang Rafah. Sikap Israel terhadap Palestina benar-benar sebagai sikap tidak berperikemanusiaan. (mh/fic)