Ihab Al-Ashqar (14 tahun) remaja Gaza, hanya tersenyum getir sewaktu dirinya menjelaskan mengapa dia tidak merasakan kegembiraan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
"Semua perlintasan ditutup. Mereka (Israel) telah membunuh kami secara pelan-pelan," katanya kepada IOL.
Seperti kebanyakan penduduk Gaza yang berjumlah 1.6 juta jiwa, Ashqar salah satu yang merindukan kegembiraan yang dibawa bulan Ramadhan kepada umat Islam setiap tahunnya.
Tahun ini, dari fajar sampai terbenamnya matahari bulan puasa datang ke Gaza dengan serangan pasukan Israel yang kejam dan dibawah kepungan yang menyesakkan.
"Hati kami dan rumah-rumah kami penuh dengan kesedihan dan dukacita," kata Al-Huda Astal dengan wajah muram.
"Kehidupan kami penuh kesiagaan. Kami hampir tidak bisa bernafas."
Zionis Israel telah mengisolasi wilayah tersebut dan penduduk sipilnya dari dunia luar sejak Hamas memenangkan Pemilu pada tahun 2006 lalu, serta menutup semua jalur perlintasan.
Israel memblokade bantuan kemanusiaan termasuk barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti keju, sikat gigi, odol, sabun dan kertas toilet.
Om-Basel salah seorang warga Gaza khawatir, kegembiraan sewaktu berbuka puasa dengan keluarganya akan diliputi kegelapan apabila Israel terus menghalangi masuknya bahan bakar ke Gaza.
"Kehidupan kami menjadi sangat berat untuk dipikul," kata salah seorang Ibu warga Gaza.
Dalam bulan Ramadhan, umat Islam mendedikasikan waktu mereka untuk berpuasa menahan diri untuk makan dan minum serta behubungan suami istri, dan menjauhi segala larangan dan lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui sholat, membaca Al-Quran dan ibadah-ibadah lainnya.
Kesulitan Hidup
Di Gaza saat ini masyarakat sedang mempersiapkan diri memasuki bulan suci ramadhan yang paling sulit dari tahun-tahun sebelumnya.
"Dalam menyambut Ramadhan, dulu biasanya masyarakat membanjiri pasar untuk membeli kebutuhan selama bulan puasa nanti," kata Muhammad Farag seorang pedagang kepada IOL.
"Namun untuk tahun ini, kami hanya bisa menjual sedikit barang dan masyarakat pun tidak mampu untuk membeli karena tidak memiliki uang."
Abu Muhammad Al-Shawwa berjalan menuju pasar untuk berburu apa saja yang bisa dia beli untuk keluarganya dengan sedikit uang yang ia miliki.
"Harga barang-barang meroket tinggi," katanya dengan putus asa.
"Bahkan barang-barang yang bisa saya sediakan untuk keluarga saya tahun lalu tidak akan tersedia di meja makan kami untuk tahun ini."
Pengangguran meningkat lebih dari 60 persen di Gaza dan Bank dunia memperkirakan dua pertiga penduduk Gaza saat ini di bawah garis kemiskinan.
Lebih dari satu juta penduduk Gaza hidup dari bantuan makanan yang diberikan PBB.
Nihad Al-Hilwan seorang ibu dari delapan anak yang suaminya saat ini menjadi pengangguran, mengatakan bahwa mereka akan sangat beruntung jika mempunyai makanan untuk Ifthar (berbuka puasa) pada saat bulan Ramadhan nanti.
"Saya hanya berharap anak-anak saya mendapatkan satu jenis makanan untuk bisa dimakan pada bulan ramadhan nanti."
Anaknya yang masih kecil bernama We’am telah mengetahui bahwa daging, ikan dan buah-buahan akan hilang dari daftar menu makanan mereka.
Namun yang paling menyedihkan bagi dirinya adalah dia tidak akan mendapat lentera berwarna warni pada bulan ramadhan kali ini yang biasa ayahnya belikan setiap tahun.
"Bahkan tidak untuk sebuah lentera," katanya dengan tangisan yang tersedu-sedu.
"Ini akan menjadi ramadhan yang paling menyedihkan yang kami alami."(fq/iol)