Surat kabar Ha’aretz Israel hari Ahad kemarin (11/4) melaporkan bahwa tentara Israel telah mengeluarkan sebuah kebijakan baru yang dapat menyebabkan pengusiran puluhan ribu warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat yang diduduki, tanpa izin deportasi atau akan menghadapi tuntutan atas tuduhan melakukan tindakan kriminal.
Surat kabar itu mengatakan bahwa perubahan kebijakan baru saat ini untuk mencegah infiltrasi yang diterapkan untuk warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat tanpa memiliki kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Israel.
Berdasarkan aturan kebijakan baru ini, siapa pun tertangkap tinggal di Tepi Barat tanpa izin Israel bisa menghadapi pengusiran dalam waktu sedikitnya tiga hari atau dijatuhi hukuman hingga tujuh tahun penjara.
Perintah telah diposting di situs Web jaksa militer dan untuk masuk ke efek Selasa. Pihak militer Israel menolak berkomentar atas kebijakan diskriminatif tersebut.
Ha’aretz mencatat bahwa pengadilan sipil Israel sejauh ini telah mencegah pelaksanaan pengusiran tersebut, namun pada kebijakan baru ini akan memberikan kewenangan penuh tentara untuk melakukannya.
Ketua perunding Palestina Saeb Erekat mengutuk langkah-langkah baru Israel yang ia sebut sebagai "serangan terhadap warga Palestina biasa, dan penghinaan terhadap prinsip-prinsip paling mendasar dari hak asasi manusia." Dia mengatakan warga Palestina sedang berubah menjadi penjahat di rumah mereka sendiri.
Dalam sebuah surat, 10 kelompok hak asasi manusia Israel mendesak Menteri Pertahanan Ehud Barak membatalkan peraturan baru itu.
Organisasi yang bernama "HaMoked" organisasi HAM Israel yang berfokus pada kebebasan HAM, telah menyerukan pihak militer Israel untuk membatalkan kebijakan baru itu.
"Perintah ini merupakan bagian dari serangkaian langkah-langkah yang diambil oleh militer untuk mengosongkan Tepi Barat Palestina, terutama dengan membuang mereka ke Gaza," kata Sari Bashi dari Gisha, salah satu kelompok hak-hak yang menulis surat kepada Barak.
Para aktivis mengatakan, mereka yakin bahwa target awal akan mencakup warga Gaza yang hidup di Tepi Barat dan keluarga asing yang merupakan penduduk Tepi Barat. Puluhan ribu orang berada dalam bahaya, kata kelompok HAM "HaMoked."(fq/aby)