Israel Tolak Hak Pengungsi Palestina Kembali ke Tanah Airnya

Menlu Israel Tzipi Livni dalam pidatonya di PBB menyatakan, para pengungsi Palestina sebaiknya tidak berharap lagi untuk bisa kembali lagi ke rumah mereka di wilayah Israel.

Pidato Livni di sidang Dewan Umum PBB Rabu (20/9) menyebutkan bahwa Israel meyakini pandangan tentang dua-negara, Palestina dan Israel, tapi Israel tidak berharap harus mengurus orang-orang Palestina di wilayah yang diklaimnya sebagai wilayah Israel.

Ia mengatakan, keberadaan masing-masing negara seharusnya menjadi solusi bagi persoalan pengungsi masing-masing. "Israel adalah tanah air bagi orang Yahudi diseluruh dunia yang selama ini menjadi pengungsi, dan negara Palestina di masa depan adalah jawaban bagi persoalan pengungsi Palestina," ujar Livni.

"Ini adalah satu-satunya dan makna yang sebenarnya dari visi dua-negara. Masing-masing orang harus menerima bahwa hak-hak mereka akan terwujud melalui pendirian tanah air mereka masing-masing, bukan ditanah air orang lain," sambung Livni.

Ia menambahkan, jika para pemimpin Palestina tidak mau mengatakan ini, dunia seharusnya mengatakan hal ini pada Palestina. "Daripada memberikan harapan palsu, inilah saatnya untuk mengakhiri ekploitasi terhadap isu-isu pengungsi," tambah Livni.

Padahal faktanya, pasukan Israel telah mengusir ribuan rakyat Palestina saat perang Timur Tengah pada 1948 yang diikuti dengan pendirian negara Israel pada 1967. Akibat pengusiran itu, banyak warga Palestina yang terpaksa menjadi pengungsi dan menetap di kamp-kamp pengungsi di beberapa negara Arab tetangga Palestina.

Livni mengadakan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas, disela-sela pertemuan PBB dan didepan sidang Dewan Umum PBB, Livni mengatakan bahwa mereka sudah sepakat untuk menghidupkan kembali dialog serta membuat saluran permanen untuk mencapai kemajuan bersama.

Livni menuding otoritas Palestina yang didominasi gerakan Hamas telah mengajarkan anak-anak untuk membenci Israel dan berupaya mengubah konflik dari konflik politik yang sebenarnya bisa diselesaikan menjadi konflik agama yang tak berujung. (ln/aljz)